Sunday 15 January 2012

MENGHITUNG DAN MENGUKUR ARAH KIBLAT

A.    Dasar Hukum
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa menghadap kiblat merupakan salah satu syarat syahnya shalat. Hal ini didasarkan atas firman Allah s.w.t. :
Artinya :
Maka palingkanlah mukamu ke arah masjidil haram, dan di manapun kamu berada hadapkanlah mukamu ke arahnya. (Al Baqaroh :144)[1]
Menghadap kiblat juga dicontohkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. sebagaimana hadits yang diceritakan oleh Barra’ sbb. :
صَلَّيْنَا مَعَ النبى ص.م. سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا أوْ سَبْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا نَحْوَ بَيْتَ الْمَقْدِسِ ثُمَّ صَرَفْنَا نَحْوَ الْكَعْبَةِ (متفق عليه)
Artinya :
Kami shalat bersama Nabi s.a.w. 16 atau 17 bulan menghadap Baitul Maqdis, kemudian dialihkan kepada Ka’bah. (H.R.Bukhori – Muslim)[2]
Bagi orang yang dekat dengan masjidil haram, maka menghadap dapat diartikan langsung mengarahkan muka dan seluruh tubuh ke Ka’bah. Namun bagi orang yang jauh dari masjidil haram, dan ini merupakan bagian terbesar dari ummat Islam, maka harus berusaha untuk menemukan arah yang tepat untuk menghadapkan muka ke Ka’bah. Dalam batas-batas tertentu Nabi memberikan kelonggaran untuk tidak menghadap secara sempurna ke arahnya, sebagaimana sabdanya
مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ قِبْلَةٌ (رواه ابن ماجه والترمذى)
Artinya :

Apa yang terletak di antara timur dan barat itulah kiblat (HR. Ibnu Majah dan Turmidzi).[3]

Sebagaimana diketahui bahwa ketika perintah menghadap kiblat itu turun, Nabi berada di kota Madinah yang menurut posisi geografisnya berada di sebelah utara kota Makkah. Sehingga Nabi harus menghadap ke arah selatan. Dalam hal ini karena belum dikenal sistem koordinat geografis yang akurat, maka Nabi memberi petunjuk bahwa arah kiblat itu antara timur dan barat (selatan). Tetapi kalau memungkinkan untuk mengusahakannya, maka seharusnyalah kita berusaha untuk lebih bersungguh-sungguh mencari arah kiblat yang sebenarnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat memungkinkan untuk menemukan arah kiblat dengan hasil yang lebih akurat. Karena itu sebagai bagian dari berijtihad dalam agama, mempelajari system penghitungan dan pengukuran arah kiblat serta berusaha untuk menerapkannya barangkali merupakan salah satu bagian daripadanya.
B.     Menghitung Arah Kiblat
Sebelum menghitung arah kiblat, kita memerlukan data tentang posisi geografis dari kota Makkah dan tempat di mana kita akan mengukur arah kiblat tersebut. Posisi geografis kota Makkah menurut penelitian dari H.Sa’adoeddin Djambek[4]  adalah 21°25’ LU 39°50’ BT. Sedangkan posisi geografis dari tempat yang akan kita ukur dapat diperoleh melalui berbagai cara sebagaimana disebutkan di atas. Untuk data posisi geografis kota-kota besar di Indonesia dapat dilihat pada lampiran 1 buku ini.

1.      Rumus-rumus Penghitungan Arah Kiblat
Setelah kita mengetahui data bujur dan lintang tempat pada kedua lokasi tersebut, selanjutnya bisa kita hitung dengan menggunakan rumus-rumus matematis yang ada, antara lain :
a.         Rumus persamaan Segitiga Bola[5] dengan lokasi peninjau di sebelah utara garis katulistiwa (lintang utara). Dalam pengukuran ini titik 0° adalah titik utara, dan bila hasilnya positif berarti ke arah timur (searah jarum jam), sedangkan bila hasilnya negatif berarti ke arah barat (berlawanan arah jarum jam)
Cotan Q = cos φ tan 21°25’ – sin φ cos (λ – 39°50’)
                              Sin (39°50’ – λ)
b.         Rumus persamaan Segitiga Bola[6] dengan lokasi peninjau di sebelah selatan garis katulistiwa (lintang selatan). Dalam pengukuran ini titik 0° adalah titik utara, dan bila hasilnya positif berarti ke arah timur (searah jarum jam), sedangkan bila hasilnya negatif berarti ke arah barat (berlawanan arah jarum jam)
Cotan Q = cos φ tan 21°25’ + sin φ cos (λ – 39°50’)
                              Sin (39°50’ – λ)
c.         Rumus menggunakan Azimut Kiblat dengan penyederhanaan data[7]. Penyederhanaan data dimaksud adalah dengan menggunakan simbol matematis tertentu, sebagai berikut :                                       K
                                                     C 
                                                        
                                     b          

                                  M                                     a

Garis Katulistiwa
                                                                    B
                                                                        O


            Cotan B = cotan b . sin a  - cos a . cotan C
                                    Sin C  
            Keterangan :
            a = panjang garis KO = 90° - Lintang tempat
            b = panjang garis KM = 90° - Lintang kota Makkah (90° - 21°25’ = 68°35’)
            sudut C = sudut OKM = bujur tempat – bujur Makkah
            sudut B = sudut KOM = Azimut Makkah (dihitung dari titik utara)
d.        Rumus menghitung arah Kiblat khusus bagi kota-kota di sebelah timur kota Makkah[8]. Rumus ini langsung menghitung besar sudut arah kiblat, dimana titik nol adalah arah barat ke utara.
Tan Q = Cos φ . tan 21°25’  -          sin φ           .
                Sin (λ – 39°50’)        Tan (λ – 39°50’) 

2.      Aplikasi Penghitungan dengan Kalkulator
Sebelum kita menerapkan rumus-rumus di atas dengan menggunakan kalkulator, hal yang perlu kita siapkan terlebih dahulu adalah jenis kalkulator yang kita gunakan minimal harus mampu menampung simbol-simbol matematis pada rumus tersebut. Gunakanlah Sientific Calculator sekurang-kurangnya yang memuat fungsi sinus, cosinus, tangen dan fungsi derajat. Akan lebih memudahkan penghitungan apabila calculator yang kita gunakan mampu menyimpan rumus-rumus di atas, sehingga kita tidak perlu berulang kali menengok rumus, cukup memasukkan data-data bujur dan lintang lokasi yang akan kita cari saja, sedangkan proses penghitungan akan dilakukan kalkulator berdasarkan rumus yang sudah kita masukkan terlebih dahulu. Jenis dan cara memasukkan rumus ke dalam kalkulator dengan fasilitas memori penyimpan rumus ini untuk masing-masing tipe berbeda-beda. Pelajarilah buku petunjuk dari masing-masing tipe tersebut sebelum menggunakan kalkulator jenis ini.
Pada kesempatan ini kita bahas sedikit mengenai prinsip-prinsip umum penggunaan kalkulator.
-          Pada papan tombol kalkulator terdapat tanda-tanda : [sin][cos][tan][°’”]
-          Pada sudut kiri atas ada tombol [INV] atau [Shift]. Tombol ini bisa digunakan mengaktifkan fungsi kedua dari masing-masing tombol, misalnya :[Shift][sin] = sin-1, [Shift][cos] = cos-1, [Shift][tan] = tan-1. Sedangkan Cotangen = 1/tan dan Cosectan = 1/cos.
-          Tombol fungsi derajat [°’”] berlaku untuk penulisan angka derajat, menit dan detik, dengan cara menuuliskan angka derajat, tekan tombol tersebut, angka menit tekan tombol tersebut kemudian angka detiknya dan tekan lagi tombol tersebut. Misalkan kita mau menuliskan angka [7°15’17”], maka yang kita tekan berturut-turut adalah : 7[°’”]15[°’”]17[°’”].
-          Prinsip-prinsip pemindahan ruas dari kiri ke kanan berlaku aturan sebagaimana ketentuan pada matematika, yakni :
Tan x dipindahkan ke ruas kanan menjadi tan-1 x
Cos x dipindahkan ke ruas kanan menjadi cos-1 x
Sin x dipindahkan ke ruas kanan menjadi sin-1 x
Cotan x dipindahkan ke ruas kanan menjadi tan-1 (1/x)
Cosec x dipindahkan ke ruas kanan menjadi cos-1 (1/x)
Berdasarkan hal tersebut bisa kita menerapkan rumus-rumus tersebut di atas dengan kalkulator yang kita miliki.
Terapan Rumus c :
Misalnya kita akan menghitung arah kiblat dari kota Surabaya dengan data :
- Bujur kota Surabaya             = 112°45’
- Lintang kota Surabaya          = -7°15’
Cotan B = cotan b . sin a  - cos a . cotan C
                     Sin C     
            a = 90°- (-7°15’) = 90° + 7°15’ = 97°15’
            b = 90° - 21°25’ = 68°35’
            C = 112°45’ - 39°50’ = 72°55’

Cotan B = cotan 68°35’ . sin 97°15’  - cos 97°15’ . cotan 72°55’
                                    Sin 72°55’
            Cotan B = 0,445838986
            B           = 65,97082381 =  65°58’14,97”
Penghitungan pada kalkulator :
            1/tan 68°35’ x sin 97°15’ / sin 72°55’ – cos 97°15’/tan 72°55’
            = 0,445838986
            = tan-1 (1/0,445838986) = 65,97082381 [Shift][°’”]
            = 65°58’14,97” (dihitung dari titik Utara ke Barat)  
Atau kalau kita ingin menghitung sekali jalan langsung mendapatkan hasil akhir (dengan catatan kalkulator kita memiliki kapasitas memori yang cukup), maka yang kita lakukan adalah :
tan-1 (1/(1/tan 68°35’ x sin 97°15’ / sin 72°55’ – cos 97°15’/tan 72°55’) = 65,97082381 [Shift][°’”] = 65°58’14,97”
Rumus ini bisa disederhanakan berdasarkan ketentuan cotan = 1/tan, maka  rumus tersebut menjadi :
Cotan B = sin a /(tan b x Sin C) - cos a /tan C
Dengan demikian  terapan pada kalkulator menjadi :
tan-1 (1/(sin 97°15’ / (tan 68°35’ sin 72°55’) - cos 97°15’/tan 72°55’) = 65,97082381 [Shift][°’”] = 65°58’14,97”
Selanjutnya apabila kita ingin mengukur dari arah barat ke utara, karena sudut arah barat ke utara adalah selisih 90°, maka :
            90° -  65°58’14,97” = 24°01’45.03”
Terapan Rumus d :
Tan Q =  Cos φ . tan 21°25’  -          sin φ           .
                Sin (λ – 39°50’)        Tan (λ – 39°50’)       
Misalnya kita ingin menghitung arah kiblat dari kota Jombang dengan data-data yang dibutuhkan :
φ (Lintang kota Jombang)       = -7°32’ LS
λ (Bujur kota Jombang)          = 112°13’ BT
Penghitungan :
Tan Q =  Cos –7°32’ . tan 21°25’  -          sin –7°32’           .
              Sin (112°13’ – 39°50’)     Tan (112°13’ – 39°50’)
Terapan pada kalkulator :
Tan-1 (cos -7°32’ tan 21°25’ / sin (112°13’ – 39°50’) – sin-7°32’ / tan (112°13’ – 39°50’) = 24,2091262 [Shift][°’”] = 24°12’32,85”

C. Mengukur Arah Kiblat
Setelah kita mengetahui hasil penghitungan arah kiblat dari suatu kota, maka tugas selanjutnya adalah mengukur arah yang tepat sesuai dengan penghitungan kita. Untuk mengukur arah menggunakan hasil penghitungan yang cermat seperti tersebut di atas, diperlukan cara pengukuran yang cermat pula agar hasilnya bisa optimal. Adapun cara-cara yang bisa kita lakukan untuk pengukuran ini antara lain :

  1. Menggunakan Kompas Magnetis
  2. Menggunakan Tongkat Istiwa’
  3. Menggunakan Bayangan Matahari
  4. Memanfaatkan Moment Matahari Berkulminasi (Merpass) tepat di atas Ka’bah
Dari kelima cara tersebut, masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan tertentu. Kompas magnetis misalnya, benda ini relatif mudah didapat dimana saja. Cara penggunaannyapun relatif mudah. Tetapi akurasi hasil yang diperoleh masih tergantung banyak faktor. Sedangkan pada penggunaan tongkat istiwa’ hasil yang diperoleh relatif lebih akurat, asal pengukurannya cermat. Tetapi cara pengukuran semacam ini sangat tergantung pada cuaca dan harus dilakukan pada siang hari ketika cahaya matahari cerah, serta butuh waktu yang relatif lebih lama. Penggunaan theodolite sebagai alat pengukur arah, memang menjanjikan hasil yang sangat akurat. Tetapi alat ini relatif tidak mudah didapat dan juga tergantung data astronomis serta kecerahan cahaya matahari. Pemanfaatan bayangan matahari serta moment matahari berkulminasi di atas kota Makkah, juga mengandung unsur kelebihan dan kekurangan. Selengkapnya marilah kita membahas satu persatu kelima cara tersebut dalam pengukuran arah kiblat.
  1. Penggunaan Kompas Magnetis
Kompas magnetis adalah sebuah alat yang memanfaatkan sifat-sifat logam bermuatan magnet. Sebagaimana diketahui bahwa di seluruh kulit (baca : permukaan) bumi ini diliputi dengan elektron bebas. Karena bumi kita ini berputar pada porosnya (rotasi) dengan kecepatan + 1666,67 km/jam, maka kekuatan elektron bebas ini terpolarisasi di dekat poros bumi, yakni kutub utara dan selatan. Sedangkan benda-benda yang bermuatan magnet, yang memiliki kekuatan menarik dari elektron bebas, secara otomatis akan mengikuti arah gerakan elektron ke pusat kekuatan tersebut. Dengan demikian benda bermuatan magnet ini bila diberi kesempatan untuk bergerak bebas akan selalu menunjuk arah utara dan selatan. Namun demikian hal yang perlu diingat adalah bahwa pemusatahn kekuatan elektron bebas ini tidak tepat betul di kutub bumi, melainkan berpindah-pindah secara konstan walaupun pada jarak yang tidak terlalu jauh. Karena itu setiap tahun di masing-masing tempat di permukaan bumi ini terdapat magnetic variation. Jelasnya bahwa untuk menunjuk arah utara – selatan secara tepat, maka di masing-masing lokasi perlu ada koreksi yang berkisar antara – 4° s.d. + 4°.
Dengan penjelasan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk penggunaan kompas magnetis dalam pengukuran arah kiblat, bila kita menginginkan hasil yang benar-benar akurat perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.       Gunakan kompas yang cukup besar dan gerakan jarumnya relatif tenang. Sebab pada kompas kecil, jarum magnetnya sangat mudah dipengaruhi kekuatan medan magnet yang ada di sekitar.
b.      Carilah data magnetic variation yang berlaku pada tahun itu di lokasi di mana akan dilakukan pengukuran arah kiblat. Data ini tiap tahun bisa kita peroleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Departemen Perhubungan RI, atau biasanya dilampirkan pada buku Ephemeris Hisab dan Rukyat terbitan Departemen Agama.
c.       Selanjutnya carilah tempat yang datar (kalau bisa rata-rata air) kemudian letakkan kompas magnetis tersebut di atasnya.
d.      Tunggu sejenak sampai jarum kompas benar-benar berhenti, kemudian geserlah pelan-pelan, sehingga angka nol berhimpit sempurna pada jarum yang menunjuk arah utara.
e.       Arah kiblat sebenarnya adalah angka yang ditunjukkan kompas sesuai dengan hasil penghitungan ditambah/dikurangi dengan koreksi dari magnetic variation. Misalnya hasil penghitungan adalah -65°58’14,97” dan data magnetic variation untuk Jawa Timur adalah +1°15’ misalnya, maka arah kiblat pada kompas adalah = - 65°58’14,97” + 1°15’ =  - 64°43’14.97” ke arah barat atau 295°16’45” searah jarum jam ke timur.
f.       Tariklah benang melintasi titik pusat jarum dan angka 295°16’ pada papan kompas dan tancapkan kedua ujung benang tersebut. Itulah arah kiblat yang kita cari.

  1. Menggunakan Tongkat Istiwa’
Pengukuran menggunakan tongkat ini merupakan cara yang tidak banyak menuntut peralatan dan data khusus, tetapi hasilnya bisa jadi paling akurat, asal dilakukan dengan cermat dan teliti. Sejak zaman manusia purba, bahkan sejak manusia ada di muka bumi ini, sampai sekarang dan selama bumi beredar sesuai dengan lintasan orbitnya dan berputar secara konstan, maka cara pengukuran arah dengan memanfaatkan bayangan matahari ini akan tetap merupakan cara yang paling akurat di antara cara pengukuran arah yang lain. Hal ini disebabkan gerak matahari saat terbit sampai terbenam merupakan lintasan lurus dari timur ke barat secara hampir sempurna. Dikatakan “hampir” karena memang ada pergeseran tetapi terlalu kecil sehingga dapat diabaikan. Sebagaimana diketahui bahwa setiap tahun matahari bergeser dari 0° di katulistiwa pada tanggal 21 Maret bergeser ke arah utara sampai mencapai 23°26’LU pada tanggal 22 Juni. Selanjutnya kembali ke titik 0° pada tanggal 22 September dan melanjutkan pergeserannya ke belahan bumi sebelah selatan sejauh 23°26’ LS pada tanggal 21 Desember, dan kembali lagi ke titik 0° tanggal 21 Maret tahun berikutnya.

Text Box: 22 Juni23°26’ LU




Text Box: 21 Maret Text Box: 23 Sept. Text Box: 21 Maret
Text Box: 22 Desemb.



23°26’ LS

Pergeseran yang akibat gerak revolusi bumi mengelilingi matahari dengan lintasan orbit berbentuk oval pada posisi miring ini ditempuh bumi rata-rata selama 91,3 hari sejauh 23°26’. Artinya setiap hari (24 jam) bumi bergeser sejauh 0°15’23.86”. Dari terbit sampai terbenam (selama 12 jam) bumi bergeser sejauh 0°7’41.93”. Dan apabila kita memanfaatkan cahaya matahari selama 4 jam untuk pengukuran arah ini, artinya matahari hanya bergeser sejauh 0°2’33.98”. Sebuah sudut yang hanya bisa dihitung tetapi sangat sulit digambarkan karena terlalu kecilnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengukuran dengan menggunakan bayangan matahari ini relatif paling akurat karena kita akan memperoleh arah yang sempurna. Bandingkan bila menggunakan kompas, kesalahan itu bisa mencapai 4°.
Cara pengukurannya hampir mirip dengan penghitungan bujur dan lintang tempat dengan tongkat istiwa’ yang telah dibahas terdahulu. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
a.       Peralatan yang dibutuhkan meliputi : tongkat lurus sepanjang 1 atau 1,5 m dengan diameter kira-kira 1 sampai 2 cm, bandul, benang jahit + 10 m, paku 10 biji, penggaris siku-siku, kalkulator dan hasil hitungan arah kiblat.
b.      Carilah tempat yang datar dengan cahaya matahari penuh. Tancapkan tongkat tegak lurus dengan tanah. Gunakan bandul agar tongkat benar-benar tegak lurus.
c.       Perhatikan ujung bayangan tongkat tersebut. Tancapkan paku di ujung bayangan sebanyak tiga kali atau lebih, misalnya pada jam-jam 10, 12 dan 14.
d.      Tariklah benang melewati ketiga tanda paku tersebut sepanjang + 3 meter. Bila anda menancapkan paku tersebut tepat pada ujung bayangan, tentu benang akan membentuk garis lurus. Garis ini adalah arah barat sempurna.
e.       Buatlah garis di ujung benang sebelah timur sehingga membentuk sudut siku-siku ke arah selatan. Garis ini adalah arah utara – selatan sempurna.
f.       Gunakan kalkulator untuk menghitung nilai tangen dari hasil penghitungan arah kiblat. Misalnya : untuk arah kiblat kota Surabaya : tan 65°58’14.97” = 2,2429. Artinya perbandingan sisi bawah dan sisi tegak adalah 1 : 2,2429.
g.      Selanjutnya ukurlah dari titik sudut benang ke arah selatan sepanjang 1 meter dan ke arah barat 2,2429 m. Berilah tanda paku pada kedua titik tersebut.
h.      Hubungkan kedua titik tersebut dengan benang. Sisi miring dari segitiga siku-siku tersebut adalah arah kiblat yang kita cari. Perhatikan selengkapnya gambar berikut ini.

   
              Tongkat Istiwa’            C     


                                                    P1 (Ujung bayangan jam 10)



                                                    P2 (Ujung bayangan jam 12)
                                                û
                    A                             B
    P3 (Ujung bayangan jam 14)
            AB = 1 m        (arah utara selatan)
BC = 2,2429 m (arah timur barat)
AC = arah Kiblat (sudut CAB : 65°58’14.97”)
  1. Menggunakan Bayangan Matahari
Perhatikan gambar berikut ini :




                    Makkah
Lintasan Matahari

                                                                      Kota Pengamat



Misalkan kita berada di sebuah kota yang memiliki arah kiblat sebagaimana pada gambar. Pada saat matahari berada pada deklinasi tertentu pada jam tertentu di mana matahari tepat melintasi garis penghubung antara tempat kita berada dengan kota Makkah, maka bayangan benda tegak lurus dengan bumi yang terbentuk pada saat itu apabila kita perpanjang akan berhimpit dengan garis penghubung arah kiblat. Dengan demikian pada saat itu semua benda yang tegak lurus dengan bumi bayangannya akan mengarah ke kiblat. Bayangan yang terbentuk setiap hari selalu berubah-ubah waktunya mengingat setiap hari deklinasi matahari (simpangan matahari dari garis katulistiwa) selalu berubah sejalan dengan peredaran bumi mengelilingi matahari. Bahkan pada waktu-waktu tertentu tidak membentuk bayangan arah kiblat apabila[9] :
 Deklinasi matahari lebih besar dari lintang kota Makkah (21°25’ LU).
☼ Deklinasi sama atau + 1° dari lintang kota pengamat. Kondisi semacam ini berarti saat matahari berkulminasi (Merpass) berhimpit atau hampir berhimpit dengan titik zenit, sehingga tidak terbentuk bayangan atau bayangan terlalu pendek sehingga sulit mengukur garis yang tepat sejajar dengan garis arah kiblat.
☼ Hasil akhir penghitungan bayangan arah kiblat menunjukkan bahwa saat itu matahari masih/sudah berada di bawah ufuk, karena jelas pada saat itu tidak ada bayangan matahari.
Untuk menghitung saat bayangan matahari sejajar dengan arah kiblat ini kita membutuhkan beberapa data yang meliputi :
- Lintang (φ) dan bujur (λ) tempat pengamat.
- Hasil penghitungan arah kiblat (Q) dari tempat pengamat.
- Perata waktu (e) yang berlaku hari itu.
- Deklinasi matahari (δ) pada hari itu.
- Bujur waktu standar (ω)
Setelah kita miliki data-data tersebut maka bayangan arah kiblat dapat kita hitung menggunakan rumus sebagai berikut[10] :
Jam = (C – λ + ω)/15 + (12 – e)
Untuk menggunakan rumus tersebut kita membutuhkan data tentang “C”, yakni sudut waktu matahari saat melintasi garis hubung arah kiblat dari kota pengamat. Data tersebut dapat kita cari dengan menggunakan rumus :
Cos (C-P) = (Cos P tan δ)/tan φ
Pada rumus tersebut juga masih ada unsur sudut pembantu “P” yang harus kita cari dengan rumus :
Cotan P = tan Q sin φ
Selanjutnya marilah kita menghitung bayangan arah kiblat, misalnya pada tanggal 17 Agustus 2003 dari kota Malang, dengan data-data :
- Lintang kota Malang (φ)       : - 7°59’ LS
- Bujur kota malang (λ)           : 112°36’ BT
- Arah Kiblat dari Malang(Q) : 65°47’
- Deklinasi matahari (δ)           : 13°33’21”
- Perata Waktu (e)                   : -4 m 12 dt
Apabila data sudah kita miliki, maka untuk penghitungannya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a.       Langkah Pertama mencari besarnya sudut pembantu “P”:
Cotan P = tan 65°47’ sin –7°59’   = - 0°18’31.65”
          P = tan-1 (1/- 0°18’31.65”)  = - 72°50’23.09”
b.      Langkah kedua mencari sudut waktu matahari “C” :
Cos (C-P) = (Cos - 72°50’23.09” tan 13°33’21”)/tan - 7°59’
                  = - 0°30’26.08”
C – P         = cos-1 - 0°30’26.08”   = 120°28’49.9”
      C         = 120°28’49.9” + (- 72°50’23.09”) = 47°38’26.84”
c.       Setelah diketahui sudut waktu matahari saat titik tengahnya melintasi garis hubung arah kiblat, maka langkah ketiga adalah mencari jam (saat) terjadinya bayangan arah kiblat.
Jam = (47°38’26.84” – 112°36’ + 105)/15 + (12 + 0°4’12”)
       = 14:44:21,79”
Dengan demikian pada tanggal 17 Agustus 2003 tepat pada pukul 14:44:21.79 semua bayangan benda yang tegak lurus dengan tanah di kota Malang, bila ditarik garis lurus ke arah barat akan menunjukkan arah kiblat yang sesungguhnya.
  1. Memanfaatkan Saat Kulminasi Matahari di atas Ka’bah
Perhatikan diagram perjalanan matahari tahunan berikut ini :
Text Box: 21 MaretText Box: 22 JuniText Box: 23 Sept.Text Box: 22 Desemb.Text Box: 21 Maret23°26’ LU
21°25’ LU





23°26’ LS

Dari diagram tersebut dapat kita lihat bahwa dalam satu tahun, matahari melewati lintang kota Makkah (21°25’ LU) sebanyak dua kali, yakni sebelum dan sesudah mencapai titik balik lintang utara yang terjadi sekitar bulan Juni. Tepatnya untuk perjalanan sebelum titik balik, matahari melintasi lintang kota Makkah terjadi pada tanggal 28/29 Mei, sedangkan kembali dari titik balik terjadi pada tanggal 16/17 Juli setiap tahunnya.
Untuk ketepatan penghitungan, carilah data pada Ephemeris Hisab Rukyat untuk tanggal di mana deklinasi matahari tepat pada lintang kota Makkah. Misalnya untuk tahun 2003 terjadi dua kali, yaitu pada tanggal 28/29 Mei 2003, dengan perata waktu (e) pada jam 9 GMT (jam 12 di Makkah) adalah 2 menit 48 detik; dan tanggal 16/17 Juli 2003 dengan perata waktu (e) jam 9 GMT adalah – 6 menit.
Setelah mengetahui data-data tersebut, maka langkah selanjutnya adalah sebagai berikut :
a.       Carilah saat Merpass kota Makkah dengan rumus : 12 – e.
b.      Carilah selisih waktu antara kota Makkah dengan kota pengamat, dengan jalan mencari selisih bujur dan membaginya dengan angka 15 (setiap selisih 15° bujur waktunya selisih 1 jam). Jadi rumusnya adalah :
(λ – 39°50’)/15
c.       Carilah koreksi waktu daerah yang berlaku di daerah tersebut, misalnya untuk WIB berlaku bujur 105°, rumus kwd-nya adalah : (λ – ω)/15
d.      Gabungkan ketiga rumus tersebut sebagai berikut :
12 – e + (λ – 39°50’) - (λ – ω)
                                       &nbsp$3B  15
e.       Karena saat terjadinya Merpass di atas kota Makkah terjadi pada satu saat tertentu, maka untuk daerah yang sewaktu akan mengalami saat yang sama pula. Dengan demikian rumus tersebut sebenarnya bisa disederhanakan menjadi :
12 – e + (ω – 39°50’)/15

Untuk lebih jelasnya mari kita hitung kedua peristiwa yang terjadi secara berulang setiap tahunnya tersebut :
F Untuk tanggal 28 Mei 2003, dengan perata waktu (e) pada jam 9 GMT (jam 12 di Makkah) adalah  : 0°02’48”.
12 – 0:02’48” + (105 – 39°50’)/15 = 16:17’52” (WIB)
Jelasnya pada tanggal 28 Mei 2003 pukul 16:17’52” WIB di seluruh wilayah Indonesia Bagian Barat, juga seluruh permukaan bumi yang masih terkena cahaya matahari dengan penyesuaian waktu masing-masing, bayangan benda yang tegak lurus dengan bumi bila ditarik garis lurus akan mengarah ke kiblat.
F Untuk tanggal 16 Juli 2003 dengan perata waktu (e) jam 9 GMT adalah – 6 menit.
12 + 0:06’00” + (105 – 39°50’)/15 = 16:26’40” (WIB)
Jadi pada tangal 16 Juli 2003 jam 16:26’40” WIB, seluruh belahan bumi yang masih menerima cahaya matahari, bayangan benda yang tegak lurus dengan bumi akan mengarah ke kiblat, karena pada saat itu matahari tepat berada di atas ka’bah.


DAFTAR LINTANG, BUJUR DAN ARAH QIBLAT
BEBERAPA KOTA DI JAWA TIMUR













No.
Nama Kota
Lintang
Bujur
Arah Kiblat*)
Drj
Mnt
Ltg
Djr
Mnt
Bjr
Drj
Mnt
Dtk
1.
Bangkalan
-7
3
LS
112
46
BT
66
1
0
2.
Banyuwangi
-8
14
LS
114
23
BT
66
8
21
3.
Blitar
-8
6
LS
112
9
BT
65
39
12
4.
Bojonegoro
-7
10
LS
111
53
BT
65
47
45
5.
Bondowoso
-7
55
LS
113
50
BT
66
4
33
6.
Gresik
-7
10
LS
112
40
BT
65
58
12
7.
Jember
-8
10
LS
113
42
BT
65
59
54
8.
Jombang
-7
32
LS
112
13
BT
65
47
27
9.
Kediri
-7
49
LS
112
0
BT
65
40
45
10.
Lamongan
-7
8
LS
112
25
BT
65
55
20
11.
Lumajang
-8
8
LS
113
14
BT
65
52
55
12
Madiun
-7
37
LS
111
32
BT
65
36
52
13
Malang
-7
59
LS
112
36
BT
65
46
0
14
Magetan
-7
40
LS
111
20
BT
65
40
17
15
Mojokerto
-7
28
LS
112
26
BT
65
51
16
16
Nganjuk
-7
38
LS
111
53
BT
65
41
32
17
Ngawi
-7
26
LS
111
26
BT
65
37
59
18
Pacitan
-8
12
LS
111
6
BT
65
22
39
19
Pamekasan
-7
9
LS
113
33
BT
66
9
51
20
Pasuruan
-7
40
$3C/td>
LS
112
55
BT
65
55
16
21
Probolinggo
-7
45
LS
113
13
BT
65
58
17
22
Ponorogo
-7
54
LS
111
30
BT
65
32
32
23
Sampang
-7
11
LS
113
15
BT
65
5
36
24
Sidoarjo
-7
29
LS
112
43
BT
65
54
52
25
Situbondo
-7
44
LS
114
1
BT
66
9
9
26
Sumenep
-7
3
LS
113
53
BT
66
15
14
27
Surabaya
-7
15
LS
112
45
BT
65
58
15
28
Trenggalek
-8
5
LS
111
42
BT
65
32
59
29
Tuban
-6
56
LS
112
4
BT
65
53
22
30
Tulungagung
-8
5
LS
111
54
BT
65
35
51
31
Tanjung Kodok
-6
52
LS
112
21
BT
65
57
58



[1] Departemen Agama RI – Al-Qur’an dan Terjemahannya – Jakarta, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, tahun 1982/1983. p.37
[2] Sabiq, Sayyid – Fiqhus Sunnah Jilid I – Bandung, PT. Al-Ma’arif, 1981. p.230.
[3] Ibid p.231
[4] Shodiq, Sriyatin, Drs. – Op.Cit. p. 103
[5] Ibid. p. 104
[6] Ibid. p. 105
[7] Drs. H. Syamsul Arifin AR – Ilmu Falak – Ponorogo, STAIN, 1999. p. 29 – 30.
[8] Maspoetra, H. Nabhan – Op. Cit. P. 14
[9] Shodiq, Sriyatin, Drs. – Op.Cit. p. 115
[10] Sapoetra, H.Nabhan – Op.Cit. p. 18

0 comments:

Post a Comment

Kritik dan saran untuk kebaikan dan penyempurnaan