Misalkan kita berada disebuah kota yang memiliki arah kiblat sebagaimana pada gambar. Pada saat matahari berada pada deklinasi tertentu pada jam tertentu di mana matahari tepat melintasi garis penghubung antara tempat ktia berada dengan kota Makkah, maka bayangan benda tegak lurus dengan bumi yang terbentuk pada saat itu apabila kita perpanjang akan berhimpit dengan garis penggubung arah kiblat. Dengan demikian pada saat itu semua benda yang tegak lurus dengan bumi bayangannya akan mengarah ke kiblat. Bayangan yang terbentuk setiap hari selalu berubah-ubah waktunya mengingat setiap hari deklinasi matahari (simpangan matahari dari garis katulistiwa) selalu berubah sejalan dengan peredaran bumi mengelilingi matahari. Bahkan pada waktu-waktu tertentu tidak membentuk bayangan arah kiblat apabila.
· Deklinasi matahari lebih besar dari lintang kota Makkah (210 25’ LU)
· Deklinasi samat atau ± 10 dari llintang kota pengamat. Kondisi semaca ini berarti saat matahari berkulminasi (Merpass) berhimpit atau hamper behimpit dengan titik zenith, sehingga tidak terbentuk bayangan atau bayangan terlalu pendek sehingga sulit mengukur garis yang tepat sejajar dengan garis arah kiblat.
· Hasil akhir penghitungan bayangan arah kiblat menunjukkan bahwa saat itu matahari masih/sudah berada di bawah ufuk, karena jelas pada saat itu tidak ada bayangan matahari.
Untuk menghitung saat bayangan matahari sejajar dengan arah kiblat ini kita membutuhkan beberapa data yang meliputi:
· Lintang (φ) dan bujur (λ) tempat pengamat.
· Hasil penghitungan arah kiblat (Q) dari tempat pengamat.
· Perata waktu (e) yang berl`ku hari itu.
· Deklinasi Matahari (δ) pada hari itu.
· Bujur waktu standar (ω)
Setiap kita memiliki data-data tersebut maka bayangan arah kiblat dapat kita hitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Jam = (C – λ + ω) / 15 + (12 – e)
Untuk menggunakan rumus tersebut kita membutuhkan data tentang “C”, yakni sudut waktu matahari saat melintasi garis hubung arah kiblat dari kota pengamat. Data tersebut dapat kita cari dengan menggunakan rumus.
Cos (C – P) = (Cos P tan δ)/tan φ
Pada rumus tersebut juga masih ada unsure sudut “P” yang harus kita cari dengan rumus :
Cotan P = tan Q sin φ
Selanjutnya marilah kita menghitung bayangan arah kiblat, misalnya pada tanggal 17 Agustus 2007 dari kota Malang, dengan data-data:
Lintang kota Malang = -70 59’ LS
Bujur Kota Malang = 1120 36’ BT
Arah Kiblat dari Malang = 650 47’
Deklinasi Matahari (δ) = 130 33’ 21’’
Perata Waktu (e) = -4m 12dt
Apabila data sudah kita miliki$2C maka untuk penghitungannya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Langkah Pertama mencari besar sudut bantu “P”
Cotan P = tan 650 47’ sin – 70 59’’ = -00 18’ 31.65’’
P = tan-1 (1/-00 18’ 31.65’’) = -720 50’23.09’’
b. Langkah kedua mencari sudut waktu matahari “C”
Cos (C – P) = (Cos -720 50’23.09’’ tan 130 33’ 21’’)/tan -70 59’
= - 00 30’ 26.08’’
C – P = cos-1 -00 30’ 26.08’’ = 1200 28’ 49.9’’
C = 1200 28’ 49.09’’ + (-720 50’ 23.09’’) = 470 38’ 26.84’’
c. Setelah diketahui sudut waktu matahari saat titik tengahnya melintasi garis hubung arah kiblat, maka langkah ketiga adalah mencari jam (saat) terjadinya bayangan arah kiblat.
Jam = (470 38’ 26.84’’ – 1120 36’ + 105)/15 + (12 + 00 4’ 12’’)
= 14 : 44 : 21.79
Dengan demikian pada tanggal 17 Agustus 2007 tepat pada pukul 14 : 44 : 21.79 semua bayangan benda yang tegak lurus dengan tanah di kota Malang, bila ditarik garis lurus kea rah barat akan menunjukkan arah kiblat yang sesungguhnya.
0 comments:
Post a Comment
Kritik dan saran untuk kebaikan dan penyempurnaan