Sebelum kita berkenalan dengan penghitungan dan pengukuran arah kiblat, kiranya perlu bagi kita untuk sedikit memahami tentang system tata koordinat yang berlaku di pemukaan bumi ini. Bumi yang kita tempati ini berbentuk bulat seperti bola. Ia berputar pada porosnya yang bisaa dinamakan rotasi dalam waktu rata-rata 24 jam sekali putaran. Perputaran ini menimbulkan pergantian siang dan malam, dan poros yang dijadikan pusat putaran berada pada dua titik di permukaan bumi ini, yang selanjutnya dinamakan kutub utara dan kutub selatan.
Di samping itu bumi kita juga melakukan gerakan melingkar mengelilingi matahari dalam lintasan yang berbentuk elips (yang bisaa dinamakan orbit bumi) dalam posisi miring dengan kemiringan ± 230 26’ 01’’. Gerakan semacam ini dinamakan revolusi, yang ditempuh bumi dalam waktu rata-rata 365 hari 5 jam 49 menit 46 detik, atau bisaa kita sebut satu tahun solar/syamsiyyah. Dampak dari gerakan ini dapat kita rasakan dengan adanya perubahan musim yang berbeda-beda dari satu tempat dengan tempat lainnya.
Pengertian
Bayangkan Anda berada pada sebuah ruangan kosong. Kemudian bebrapa anak disuruh meletakkan sebuah benda di dalam ruangan tersebut, dengan perintah “Letakkan benda ini di ruangan itu!”. Bisakah kita berharap agar anak-anak tesebut meletakkan benda itu di tempat yang sama? Tentu tidak bisa karena masing-masing anak memliki penafasiran yang berbeda mengenai posisi benda tersebut.
Tapi bagaimana kalau seandainya perintah itu kita khususkan misalnya, “Letakkan benda ini 1 meter dari dinding sebalah utara dan 2 meter dari dinding sebelah barat”. Bisa dibayangkan bahwa sebagain besar anak akan meletakkan benda tersebut pada posisi yang sama. Hanya beberapa anak saja yang munkin karena kurang memahami perintah sehingga meletakkan benda di tempat yang berbeda.
Perhatikan diagram berikut ini:
Koordinat benda terhadap bidang |
Dari ilustrasi di atas dapat kita pahami bahwa posisi sebuah benda pada sebuah bidang ditentukan oleh 2 (dua) syarat, yakni jarak dari dua buah sisi. Demikian juga dengan posisi sebuah lokasi di permukaan bumi kita ini yang membentuk sebuah bidang bulat seperti bola. Pada bidang seperti ini, dimana tidak ada bagian yang disebut sisi, maka akan mengalami kesulitan. Menunjuk ataupun menggambarkan suatu posisi tertentu di muka bumi tanpa adanya garis-garis bantu tentu mengalami kesulitan mengkomunikasikannya. Karena itu bersyukurlah kita bahwa para ahli astronomi dari 25 negara yang telah mengadakan konvensi internasional antara tanggal 1 s.d 22 Oktober tahun 1884 di Greenwich telah menyepakati sebuah aturan penetapan bujur dan lintang tempat di permukaan bumi, dengan membuat garis-garis bantu.
Garis Bujur dan lintang pada permukaan bumi |
Dari kesepakatan tersebut maka terdapat beberapa aturan dalam penetapan Garis Bujur dan Garis Lintang antara lain;
- Sepakat untuk membentuk garis bantu yang melingkari bumi dan membelah sama besar antara utara dan selatan yang selanjutnya dinamakna garis katulistiwa.
- Garis-garis yang sejajar dengan katulistiwa, melintang dari barat ke timur disebut garis lintang.
- Nilai masing – masing garis lintang ditentukan simpangan garis tersebut dengan katulistiwa, diukur dari sudut bantu yang dibuat dari titik pusat bumi. Nilai terkecil adalah 00 (garis katulistiwa) dan terbesar adalah 900 (titik kutub). Garis – garis di sebelah utara bernilai positif ( + ), sedangkan di sebelah selatan garis katulistiwa adalah bernilai negative ( - ).
- Disamping itu juga membuat garis-garis yang menghubungkan antara kutub utara dan kutub selatan yang bisaa dinamakan garis bujur.
- Garis bujur 00 adalah garis yang melintasi kota Greenwich (sebuah kota kecil dekat kota London). Kota inilah yang kini dijadikan sebagai pedoman penentuan waktu diseluruh dunia.
- Sebelah barat garis itu disebut Bujur Barat, dan di sebelah timurnya adalah Bujur Timur. Karena bumi kita bulat, maka kedua garis bujur itu bertemu (berhimpit) pada sebuah garis 1800 di Samudra Pasific.
0 comments:
Post a Comment
Kritik dan saran untuk kebaikan dan penyempurnaan