Saturday, 8 September 2012

EKSEKUSI PUTUSAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP

  1. Putusan yang berkekuatan hukum tetap adalah putusan Pengadilan Negeri yang diterima oleh kedua belah pihak yang berperkara, putusan perdamaian, putusan verstek yang terhadapnya tidak diajukan verzet atau banding; putusan Pengadilan Tinggi yang diterima oleh kedua belah pihak dan tidak dimohonkan kasasi; dan putusan Mahkamah Agung dalam hal kasasi.
  2. Menurut sifatnya ada 3 (tiga) macam putusan, yaitu:
    1. Putusan declaratoir;
    2. Putusan constitutief;
    3. Putusan condemnatoir;
  3. Putusan declaratoir adalah putusan yang hanya sekedar menerangkan atau menetapkan suatu keadaan saja sehingga tidak perlu dieksekusi, demikian juga putusan constitutief, yang menciptakan atau menghapuskan suatu keadaan, tidak perlu dilaksanakan.
  4. Putusan condemnatoir merupakan putusan yang bisa dilaksanakan, yaitu putusan yang berisi penghukuman, dimana pihak yang kalah dihukum untuk melakukan sesuatu.
  5. utusan untuk melaksanakan suatu perbuatan, apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, harus dinilai dalam sejumlah uang (Pasal 225 HIR/ Pasal 259 RBg) dan selanjutnya akan dilaksanakan seperti putusan untuk membayar sejumlah uang.
  6. Penerapan Pasal 225 HIR/ 259 Rbg harus terlebih dahulu ternyata bahwa Termohon tidak mau melaksanakan putusan tersebut dan pengadilan tidak dapat / tidak mampu melaksanakannya walau dengan bantuan alat negara. Dalam hal demikian, Pemohon dapat mengajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar termohon membayar sejumlah uang, yang nilainya sepadan dengan perbuatan yang harus dilakukan oleh Termohon.
  7. Untuk memperoleh jumlah yang sepadan, Ketua Pengadilan Negeri wajib memanggil dan mendengar Termohon eksekusi dan apabila diperlukan Ketua ¬Pengadilan Negeri dapat meminta keterangan dari seorang ahli di bidang tersebut. Penetapan jumlah uang yang harus dibayar oleh termohon dituangkan dalam penetapan Ketua Pengadilan Negeri.
  8. Putusan untuk membayar sejumlah uang, apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, akan dilaksanakan dengan cara melelang barang milik pihak yang dikalahkan, yang sebelumnya harus disita (Pasal 200 HIR, Pasal 214 s/d Pasal 274 RBg).
  9. Putusan dengan mana tergugat dihukum untuk menyerahkan sesuatu barang, misalnya sebidang tanah, dilaksanakan oleh jurusita, apabila perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara.
  10. Eksekusi harus dilaksanakan dengan tuntas. Apabila eksekusi telah dilaksanakan, dan barang yang dieksekusi telah diterima oteh pemohon eksekusi, kemudian diambil kembali oleh tereksekusi, maka eksekusi tidak bisa dilakukan kedua kalinya.
  11. Jalan yang dapat ditempuh oleh yang bersangkutan adalah melaporkan hal tersebut di atas kepada pihak yang berwajib (pihak kepolisian) atau mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali barang (tanah/ rumah tersebut).
  12. Putusan Pengadilan Negeri atas gugatan penyerobotan, apabila diminta dalam petitum, dapat dijatuhkan putusan serta-merta atas dasar sengketa bezit / kedudukan berkuasa.
  13. Apabila suatu perkara yang telah berkekuatan hukum tetap telah dilaksanakan (dieksekusi) atas suatu barang dengan eksekusi riil, tetapi kemudian putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut dibatalkan oleh putusan peninjauan kembali, maka barang yang telah diserahkan kepada pihak pemohon eksekusi tersebut wajib diserahkan tanpa proses gugatan kepada pemilik semula sebagai pemulihan hak.
  14. Pemulihan hak diajukan Pemohon kepada Ketua Pengadilan Negeri.
  15. Eksekusi pemulihan hak dilakukan menurut tata cara eksekusi riil.
  16. Apabila barang tersebut sudah dialihkan kepada pihak lain, termohon eksekusi dalam perkara yang berkekuatan hukum tetap dapat mengajukan gugatan ganti rugi senilai obyek miliknya yang telah dieksekusi tersebut dengan eksekusi serta merta.
  17. Apabila suatu proses perkara sudah memperoleh suatu putusan namun belum berkekuatan hukum tetap, tetapi terjadi perdamaian di luar pengadilan yang intinya mengesampingkan amar putusan, ternyata perdamaian itu diingkari oleh salah satu pihak dan proses perkara dihentikan sehingga putusan yang ada menjadi berkekuatan hukum tetap, maka putusan yang berkekuatan hukum tetap itulah yang dapat dieksekusi. Akan tetapi pihak yang merasa dirugikan dengan ingkar janjinya pihak yang membuat perjanjian perdamaian itu dapat mengajukan gugatan dengan dasar wanprestasi.
  18. Dalam hal yang demikian, Ketua Pengadilan Negeri dapat menunda eksekusi putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut.
Sumber:
-    Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta,  2008, hlm. 94-97.


Related Posts:

  • Penentuan Awal Waktu Shalat Penentuan Awal Waktu Shalat Dalam melakukan hisab awal waktu shalat, maka ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan yaitu : Data yang harus diketahui Rumus yang perlu dipergunakan Prosedur perhitungan… Read More
  • Beberapa Kamus Falak (berdasarkan pada kitab) Ardh : Bumi, salah satu di antara sembilan planet pengikut matahari. Bumi diberi tanda orang Inggris menyebut EARTH, sementara orang Yunani menyebut GEO. Bumi mempunyai garis tengah sebesar 6.400 km dan keliling… Read More
  • Bioteknologi Microba Untuk Pertanian Ringkasan Alasan kesehatan dan kelestarian alam menjadikan pertanian organik sebagai salah satu alternatif pertanian modern. Pertanian organik mengandalkan bahan-bahan alami dan menghindari input bahan sintetik, baik … Read More
  • Cara Masuk ke Windows XP yang Terpassword Belajar dengan baik dan Sungguh-sungguh Bagi anda yang lupa password komputer dengan OS windows XP, jangan khawatir! karena Shy SkaTeL akan memberikan cara untuk menerobos masuk ke windows XP. Tapi!, buat yang hobinya 'jail… Read More
  • Tips Sehat Saat Bekerja di Kantor Apabila anda bekerja, anda juga harus menjaga kesehatan anda. Karena kesehatan itu mahal sekali harganya. Apabila anda tidak sehat, anda juga tidak akan dapat bekerja. oleh karena itu saya berikan TIPS AGAR SEHAT SAAT BEKER… Read More

0 comments:

Post a Comment

Kritik dan saran untuk kebaikan dan penyempurnaan