FIQIH DAN HISAB
PRAKTIS AWAL WAKTU SHALAT
A. Fiqih Waktu Shalat
1. Pegertian
Shalat
shalat menurut
bahasa (lugahat) berasal dari kata shala, yashilu, shalatan, yang
mempuyai arti do’a. sebagai mana yang terdapat dalam al Qur’an dalam surat at
Taubat: 9 ayat 103.
وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ
لَّهُمْ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: ”Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At thaubat: 9 ayat 103)
Shalat juga
mempunyai ati rahmat, dan juga mempunyai arti memohon ampunan seperi yang
terdapat dalam al Qur’an surat al Ahzab: 33 ayat 56.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ
عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا
تَسْلِيماً
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat
untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”(QS. al Ahzab: 33 ayat 56).
Sedangkan
menurut istilah shalat berarti suatau ibadah yang mengandung ucapan dan
perbuatan yang dimulai dengan takbir ikhram
dan diakhiri dengan salam, dengan syarat-syarat tertentu.
Jika
dalam suatu dalil terdapat anjuran untuk
mengerjakan shalat, maka secara lahirnya kembali kepada shalat dan pengertian
syari’at. Darena shalat merupakan suatu kuajiban sebagaimana yang terdapat
dalam al Qur’an dan hadits
Dalam
Islam shalat mempunyai tempat yang khusus dan fundamental, karena shalat
merupakan salah satu rukun Islam, yang harus ditegakan, sebagaimana yang terdapat
dalam surat an Nisa’: 4 ayat 103.
إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَّوْقُوتاً
Artinya: “Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. an Nisa’: 4 ayat 103).
Surat al Baqarah:
2 ayat 43
وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَآتُواْ
الزَّكَاةَ وَارْكَعُواْ مَعَ الرَّاكِعِينَ
Artinya “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta
orang-orang yang rukuk.” (QS. Al baqarah: 2 ayat 43)
Yang dimaksut
oleh ayat tersebut adalah anjuran untuk melaksanakan shalat sesuai dengan tepat
waktu, artinya tidak boleh menunda dalam menjalankannya sebab telah
waktu-waktunya telah di tentukan dan kita wajib untuk melaksanakannya.
Sebagaimana yang telah terdapat dalan al Qur’an dan sunah.
2. Dasar hukum tentang shalat
Secara syar’i, shalat yang diwajibkan (shalat maktubah)
itu mempunyai waktu-waktu yang telah ditentukan (sehingga terdefinisi sebagai ibadah
muwaqqat).
Walaupun tidak
dijelaskan secara gamblang waktu-waktunya, namun secara isyari al Qur’an telah
menentukannya. Sedangkan penjelasan waktu-waktu shalat yang terperinci
diterangkan dalam hadith-hadith Nabi. Dari hadits-hadits waktu shalat itulah,
para ulama’ fiqh memberikan batasan-batasan waktu shalat dengan berbagai cara
atau metode yang mereka mengasumsikan laik untuk menentukan waktu-waktu shalat
tersebut. Ada sebagian mereka yang mengasumsikan bahwa cara menentukan waktu
shalat adalah dengan menggunakan cara melihat langsung pada tanda-tanda alam
sebagaimana secara tekstual dalam hadits-hadits Nabi tersebut, seperti menggunakan
alat bantu tongkat istiwa’ atau miqyas
atau hemispherium. Inilah
metode atau cara yang digunakan oleh “madzhab” Rukyah dalam persoalan penentuan
waktu-waktu shalat. Sehingga waktu-waktu shalat yang ditentukan disebut dengan al-Auqat
al-Mar’iyyah atau al-waktu al-mar’y.
Sedangkan sebagian yang lain, mempunyai pemahaman secara
kontekstual, sesuai dengan maksud dari nash-nash tersebut, di mana awal dan
akhir waktu shalat ditentukan oleh posisi Matahari di lihat dari suatu tempat
di Bumi, sehingga metode atau cara yang dipakai adalah hisab (menghitung waktu
shalat). Di mana hakekat hisab waktu shalat adalah menghitung kapan Matahari
akan menempati posisi-posisi seperti tersebut dalam nash-nash waktu shalat itu.
Sehingga pemahaman inilah yang dipakai oleh “madzhab” Hisab dalam persoalan
penentuan waktu shalat. Dan waktu shalatnya oleh para ulama’ fiqh disebut waktu
Riyadhy.
Dengan cara hisab inilah yang nantinya lahir adanya jadwal waktu shalat abadi
atau jadwal shalat sepanjang masa.
Dua “madzhab” tersebut pada dasarnya berlaku dimasyarakat,
ini dapat dilihat dari adanya tongkat istiwa’ (istilah Jawa: bencet)
disetiap (depan) masjid yang digunakan untuk menentukan disaat menjelang
shalat. Adanya tongkat istiwa’ ini memberikan simbol bahwa “madzhab” Rukyah
juga memang masih ada (berlaku) dimasyarakat. Walaupun didalam masjid tersebut
juga terdapat jadwal waktu Shalat abadi yang biasanya dipakai pedoman disaat
cuaca tidak mendukung (mendung) yang memberikan simbol adanya “madhab” Hisab.
Namun dikotomi “madhab” Hisab dan “madhab” Rukyah dalam
persoalan penentuan waktu shalat, tidak nampak adanya suatu persoalan atau “greget
besar” atau bahkan sekat pemisah “madhab-madhab” tersebut, nampak tidak
muncul (tidak ada). Karena menurut hemat penulis, dalam persoalan penentuan
waktu shalat ini oleh masyarakat, kedua
“madhab” tersebut sudah diakui validitas dan keakuratan hasilnya. Ini dapat
dilihat adanya jadwal waktu shalat yang tercantum pada setiap masjid walaupun
didepan masjid juga dipasang bencet atau tongkat istiwa’. Kiranya ini maklum
adanya, karena hasil hisab sudah terbukti keakuratan dan validitasnya (sesuai
dengan hasil rukyah). Sehingga dalam hal ini, baik bagi “madhab” Hisab maupun
“madhab” Rukyah berlaku adanya simbiosis
mutualis, di mana apa yang dilakukan oleh “madhab” Rukyah bisa dipakai sebagai
pembuktian empirik dari hasil “madhab” Hisab, begitu pula sebaliknya.
Adapun dasar hukum waktu shalat antara lain:
a. Surat al Nisa’:4 ayat 103.
إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَّوْقُوتاً
Artinya:
“Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman” (Q.S al Nisa’: 4 ayat 103.)
b. Surat Thaha ayat
130
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ
الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا وَمِنْ آنَاء
اللَّيْلِ فَسَبِّحْ
وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَى
Artinya:”
Dan bertasbihlah dengan memuji tuhanmu, sebelum terbit Matahari dan sebelum
terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada
waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang” (Q.S Thaha: 20 ayat
130)
c.
Surat al Isra’: 17 ayat 78
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ
إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً
Artinya:
“Dirikanlah salat dari sesudah Matahari tergelincir sampai gelap malam dan
(dirikanlah pula salat) subuh. Sesungguhnya salat subuh itu disaksikan (oleh
malaikat)”(Q.S al Isra’ 17 ayat 78)
d.
Surat Hud: 11 ayat 114.
وَأَقِمِ الصَّلاَةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ
وَزُلَفاً مِّنَ اللَّيْلِ
Artimya:”Dan
dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada
bagian permulaan daripada malam”(Q.S Hud 11 ayat 114).
e.
Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah r.a
عن جابر
بن عبدالله رضى الله عنه قال ان النبى صلعم جاءه جبريل عليه السلام فقال له قم
فصله فصلى الظهر حتى زالت الشمس ثم جاءه العصر فقال قم فصله فصلى العصر حين صار ظل
كل شيئ مثله ثم جاءه المغرب فقال قم فصله فصلى المغرب حين وجبت الشمس ثم جاءه
العشاء فقال قم فصله فصلى العشاء حين غاب الشفق ثم جاءه الفجر فقال قم فصله فصلى
الفجر حين برق القجر وقال سطع البحر ثم جاءه بعدالغد للظهر فقال قم فصله فصلى
الظهر حين صار ظل كل شيئ مثله ثم جاءه العصر فقال قم فصله فصلى العصر حين صار ظل
كل شيئ مثله ثم جاءه المغرب وقتا واحدا لم يزل عنه ثم جاءه العشاء حين ذهب نصف
الليل اوقال ثلث الليل فصلى العشاء حين جاءه حين اسفر جدا فقال قم فصله فصلى الفجر
ثم قال ما بين هذين الوقتين وقت (رواه احمد والنسائ والترمذي ينحوه)
Artinya:”
Dari Jabir bin Abdullah r.a berkata: telah datang kepada Nabi SAW. Jibril
a.s lalu berkata kepadanya; bangunlah! lalu bersembahyanglah, kemudian Nabi
sholat Dzuhur di kala Matahari tergelincir. kemudian ia datang lagi kepadanya
di waktu Ashar lalu berkata:bangunlah lalu sembahyanglah!kemudiah Nabi Shalat
Ashar di kala bayang-bayang sesuatu sama dengannya. Kemudian ia datang lagi
kepadanya di waktu Maghrib lalu berkata:bangunlah lalu Shalatlah, kemudian Nabi
Shalat Maghrib dikala Matahari terbenam. Kemudian ia datang lagi kepadanya di
waktu Isya’ lalu berkata:bangunlah dan Shalatlah1kemudian Nabi Shalat Isya’ di
kala mega merah telah terbenam. kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu
fajar lalu berkata: bangunlah dan Shalatlah! kemudian Nabi Shalat fajar di kala
fajar menyingsing,atau ia berkata; di waktu fajar bersinar.kemudia ia datang
pula esok harinya pada waktu Dzuhur, kemudian berkata kepadanya:bangunlah lau
Shalatlah, kemudian Nabi Shalat Dzuhur di kala bayang-bayang sesuatu sama
dengannya.kemudian datang lagi kepadanya di waktu Ashar dan ia
berkata:bangunlah dan sholatlah!kemudian Nabi Shalat ashar di kala
bayang-bayang matahari dua kali sesuatu itu.kemudian ia datang lagi kepadanya
di waktu Maghrib dalam waktu yang sama, tidak bergeser dari waktu yang sudah.
Kemudian ia datang lagi kepadanyadi waktu Isya’ di kala telah lalu separo
malam,atau ia berkata:telah hilang sepertiga malam,kemudian Nabi Shalat isya’.
Kemudian ia datang lagi kepadanya di kala telah telah bercahaya benar dan ia
berkata; bangunlah lau Shalatlah, kemudian Nabi Shalat fajar . kemudian Jibril
berkata:saat dua waktu itu adalah waktu Shalat.” (RH. Imam Ahmad dan Nasai
dan Thirmidhi)
f.
Hadits Nabi yang diriwayatkan Abdullah bin Amar
r.a
عن
عبدالله بن عمر رضى الله عنه قال ان النبى صلعم قال وقت الظهر اذا زالت الشمس وكان
ظل كل الرجل كطوله مالم يحضر العصر ووقت العصر مالم تصفر الشمس ووقت صلاة المغرب
مالم يغب الشفق ووقت صلاة العشاء الى نصف الليل الاوسط ووقت صلاة الصبح من طلوع
الفجر مالم تطلع الشمس (رواه مسلم)
Artinya:
” Dari Abdullah bin Amar r.a berkata: Sabda Rasulullah saw; waktu Dzuhur
apabila tergelincir Matahari, sampai bayang-bayang seseorang sama dengan
tingginya, yaitu selama belum datang waktu Ashar. Dan waktu Ashar selama
Matahari belum menguning. Dan waktu Maghrib selama Syafaq belum terbenam (mega
merah). Dan sampai tengah malam yang pertegahan. Dan waktu Shubuih mulai fajar
menyingsing sampai selama matahari belum terbit.
Dari
uraian dasar hukum tersebut dapat
diperinci ketentuan waktu-waktu Shalat sebagai berikut:
1. Waktu Dzuhur
Waktu
dzuhur dimulai sejak matahari tergelincir, yaitu sesaat setelah Matahari
mencapai titik kulminasi dalam peredaran hariannya, sampai tibanya waktu Ashar.
Dalam
hadits tersebut dikatakan bahwa nabi shalat dzuhur saat matahari tergelincir
dan disebutkan pula ketika bayang-bayang sama panjang dengan dirinya. Ini
tidaklah bertentangan sebab untuk Saudi Arabia yang berlintang sekitar 20° -
30° utara pada saat matahari tergelincir panjang bayang-bayang dapat mencapai
panjang bendanya bahkan lebih. Keadaan ini dapat terjadi ketika Matahari sedang
berposisi jauh di selatan yaitu sekitar bulan Juni dan Desember
2.
Waktu Ashar
Dalam
hadits tersebut disebutkan bahwa Nabi melakukan shalat ashar pada saat panjang
bayang-bayang sepanjang dirinya.dan juga disebutkan saat panjang bayang-bayang
dua kali panjang dirinya.
Ini
dikompromikan bahwa nabi melakukan sholat Ashar pada saat panjang bayang-bayang
sepanjang dirinya ini terjadi ketika saat Matahari kulminasi setiap benda tidak
mempunyai bayang-bayang, dan nabi melakukan shalat ashar pada saat panjang
bayang-bayang dua kali panjang drirnya, ini terjadi ketika Matahari kulminasi panjang bayang-bayang sama
dengan dirinya.
Dari
uraian diatas disimpulkan bahwa waktu ashar dimulai saat panjang bayang-bayang
suatu benda sama dengan panjang bayang-bayang
pada saat Matahari berkulminasi sampai tiba waktu maghrib.
3.
Waktu Maghrib
Waktu
maghrib dimulai sejak Matahari terbenam sampai tibanya waktu Isya’.
4.
Waktu Isya’
Waktu
Isya’ dimulai sejak hilang mega merah sampai separuh malam ada juga yang
mengatakan sepertiga, Ada
juga yang menyatakan akhir shalat Isya’ adalah terbitnya fajar.
5.
Waktu Shubuh
Waktu
shubuh dimulai sejak terbit fajar sampai terbitnya Matahari.
B . Hisab Praktis Awal Waktu Shalat
1.
Perhatikan dengan cermat Bujur (λx)
baik bujur barat atau bujur timur, Lintang (фx) dan tinggi tempat
dari permukaan laut. Bujur (λx) dan Lintang (фx) dapat
diperoleh melalui tabel, peta, Global Positioning System (GPS) dan lain-lain.
Tinggi tempat dapat diperoleh dengan bantuan altimeter atau juga dengan GPS.
Tinggi tempat diperlukan guna menentukan besar kecilnya kerendahan ufuk (ku).
Untuk mendapatkan kerendahan ufuk (ku) dipergunakan rumus : ku = 0° 1,76’ √m
(m = tinggi tempat ).
Tentukan
tinggi matahri (ho) saat terbit atau terbenam dengan rumus : ho
terbit/terbenam = - ( ref + sd + ku ). Ref SingkaTan dari refraksi
yaitu pembiasan atau pembelokan cahaya Matahari karena Matahari tidak dalam
posisi tegak, refraksi tertinggi adalah ketika Matahari terbenam yaitu 0°
34’. Sd singkatan dari semi diameter Matahari yang besar kecilnya tidak
menentu tergantung jauh dekatnya Bumi-Matahari, sedangkan semi diameter
Matahari rata-rata adalah 0° 16’. Tinggi Matahari untuk awal ashar,
pertama dicari jarak zenith Matahari pada saat di meridian (zm) pada saat awal
dhuhur/zawal dengan rumus : zm = δm - фx,
dengan catatan zm harus selalu positif, kalau negatif harus dirubah menjadi
positif. Kedua baru menentukan tinggi Matahari untuk awal ashar dengan rumus : ha
= Tan zm + 1. Tinggi Matahari untuk awal isya’ digunakan rumus ho Awal
Isya’ = -17 + ho terbit/terbenam. Tinggi Matahari untuk awal shubuh
digunakan rumus : ho Awal Shubuh = -19 + ho terbit/terbenam. Dhuha =
4° 30’.
2.
Perhatikan Deklinasi Matahari (δm)
dan gunakan rumus equation of time (e) pada tanggal yang dikehendaki.
Untuk lebih telitinya hendaknya diambilkan deklinasi Matahari dan equation
of time pada jam yang semestinya, contoh : Dhuhur kurang lebih pukul 12 WIB
( 05 UT), ‘Ashar kurang lebih pukul 15 WIB (08 UT), Maghrib kurang lebih pukul
18 WIB (11 UT), Isya’ kurang lebih pukul 19 WIB (12 UT) dan shubuh kurang lebih
pukul 04 WIB. Akan tetapi untuk mempermudah dan mempercepat perhitugan dapat
menggunakan deklinasi Matahari dan equation of time pada pukul 12 WIB (
05 UT) atau pukul 12 WITA (04 UT) atau pukul 12 WIT (03 UT).
3.
Tentukan sudut waktu Matahari (to)
dengan menggunakan rumus :
Cos to = Sin ho : Cos
Φx : Cos δm – Tan Φx x Tan δm
Catatan : Ashar, Maghrib
dan Isya’; to = + (positif)
Shubuh, Terbit dan Dluha; to =
- (negatif).
4. Untuk
mengubah Waktu Hakiki atau Istiwa’ menjadi Waktu Daerah / WD (WIB,WITA,WIT)
gunakan rumus :
Waktu
Daerah / WD = WH – e + (λd - λx)
: 15 atau
=
WH – e + (BTd-BTx) : 15
λd = BTd adalah Bujur
Daerah, yaitu WIB = 105°, WITA = 120° dan WIT = 135°.
5.
Apabila hasil perhitungan ini hendak
digunakan untuk keperluan ibadah, maka hendaknya dilakukan ikhtiyat dengan cara
sebagai berikut :
a..Bilangan
detik berapapun hendaknya dibulatkan menjadi satu menit, kecuali untuk terbit
detik berapapun harus di buang.
b.Tambahkan
lagi bilangan 2 menit, kecuali untuk terbit kurangi 2 menit.
Contoh : Dhuhur : pukul 11 : 32 : 40 WIB. menjadi pukul 11 :
35 WIB.
Terbit :
pukul 05 : 13 : 27 WIB. menjadi pukul 05 : 10 WIB.
Contoh :
Hitung dan tentukan
awal-awal waktu shalat untuk kota Semarang pada Tanggal 27 November 2005 M.
Ketinggian tempat kota Semarang dari permukaan laut kurang lebih 200 Meter.
Kerendahan
ufuk (ku) = 0° 1,76’ x √200 = 0°
24’ 53,41”
Ho ( tinggi Matahari) saat terbit/terbenam = - (0° 34’ + 0° 16’ + 0° 24’ 53,41”)
= -
1° 14’ 53,41”
Dari tabel diperoleh
data, Semarang terletak pada BT (λx) = 110° 24’ BT dengan Lintang (Φx)
= -7° LS.
Dari Ephemeris 27
November 2005 pukul 05 UT ( 12 WIB) diperoleh data Deklinasi Matahari (δm)
= -21° 11’ 06”, dan equation of time = +0° 12’ 20”.
1. WAKTU DHUHUR
Waktu
dhuhur dimulai pada saat Matahari terlepas dari titik kulminasi atas, kama yang
harus di ingat adalah bahwa ketika Matahari berada di sudut waktu meredian maka
pada saat itu menunjukan sudut waktu 0° dan ketika itu waktu menunjukan ukul 12
menurut waktu matahati hakiki.
Dhuhur =
pukul 12 Waktu Hakiki (WH).
WIB =
WH – e + (λd - λx) : 15
=
pkl. 12 – (+0j 12m 20d) + (105°- 110°
24’) : 15
=
pkl. 12 – 0j 12m 20d + (105°- 110° 24’)
: 15
=
pkl. 12 – 0j 12m 20d + ( -5° 24’ 0”):15
=
pkl. 12 – 0j 12m 20d - 0j 21m
36d
=
pkl. 12 - 0j 33m 56d
= pkl. 11 :
26 : 04
=
pkl. 11 : 29 WIB.
2.
WAKTU ASHAR
Ketika
Matahari mulai berkulminasi atau berada di meridian (ketika awal waktu dzuhur)
sesuatu yang berada pada tegak lurus yang berada pada permukaan Bumi belum
pasti memiliki bayangan. Bayangan itu akan terjadi mana kala harga lintang
tempat dan harga deklinasi berbeda. Harga besarnya deklinasi adalah Tan zm di
mana ZM adalah jarak sudut antara zenit dan
Matahari ketika berkulminasi sepanjang meridian yakni:
a.
zm (jarak zenith) = δm - Φx) jarak antara zenit dan
Matahari seharga harga lintang mutlak Lintang tempat dikurangi deklinasi
Matahari
=
-21° 11’ 06” – (-7°)
=
-21° 11’ 06” + 7°
=
-14° 11’ 06”
=
14° 11’ 06”
b. ha (tinggi Matahari pada awal Ashar)
Cotan ha =
Tan zm + 1
= Tan 14° 11’ 06”
+ 1
= 38° 35’ 53.42”
Cara
pejet kalkulator I : 14° 11’ 06”
Tan + 1 = Shift 1/x Shift Tan Shift °
Cara
pejet kalkulator II : Shift Tan ( 1
: (Tan 14° 11’ 06”+1))
c. to (sudut waktu Matahari) awal Ashar
Cos to = Sin ha
: Cos Φx : Cos δm – Tan Φx x Tan δm
=
Sin 38° 35’ 53.42” : Cos -7° :
Cos -21° 11’ 06” – Tan -7° x Tan - 21° 11’ 06”
to = + 51° 12’ 25.32”
= +03 j 24m 49.69 d
Cara
pejet kalkulator I :
38°
35’ 53.42” Sin : 7° +/- Cos : 21° 11’ 06” +/- Cos – 7° +/- Tan x 21°
11’ 06” +/- Tan) = Shift Cos Shift °.
Cara
pejet kalkulator II :
Shift
Cos (Sin 38° 35’ 53.42” : Cos (-)7° : Cos -21° 11’
06” – Tan (-) 7° x Tan (-) 21° 11’ 06”) = Shift °
d. Awal waktu Ashar
=
pkl. 12 + (+03 j 24m 49.69 d)
=
pkl. 15 j 24m 49.69d Waktu Hakiki - 0j
33m 56d
=
pkl. 14 : 50 : 53.69
=
pkl. 14 : 53 WIB
3.
WAKTU MAGHRIB
Adalah
waktu Matahari terbenam, yang dimaksud piringan Matahari bersinggungan dengan ufuk.
a. ho
(tinggi Matahari) saat terbit/terbenam = - 1° 14’ 53”,41
b. to (sudut waktu Matahari) awal Maghrib
Cos to = Sin ho : Cos Φx : Cos δm
– Tan Φx x Tan δm
= Sin - 1° 14’ 53,41” : Cos
-7° : Cos -21° 11’ 06” – Tan
-7° x Tan -21° 11’ 06”
to = + 94° 04’ 43.03”
=
+06 j 16m 18.87 d
Cara
pejet kalkulator I :
1° 14’ 53,41” +/- Sin :
7° +/- Cos : 21° 11’ 06” +/- Cos – 7° +/- Tan x 21° 11’ 06” +/- Tan)
= Shift Cos Shift °.
Cara pejet kalkulator II
:
Shift
Cos (Sin (-) 1° 14’ 53,41” : Cos (-) 7° : Cos (-) 21° 11’ 06” – Tan (-) 7° x Tan (-) 21° 11’ 06”)
c. Awal waktu Maghrib
=
pkl. 12 + (+06 j 16m 18.87 d)
=
pkl. 18 j 16m 18.87d Waktu Hakiki - 0j
33m 56d
=
pkl. 17 : 42 : 22.87
=
pkl. 17 : 45 WIB
4. WAKTU ISYA’
Waktu
di mulai apa bila Matahari sudah terbenam dan dibawah ufuk Barat, permukaan
Bumi tidak langsung menjadi gelab.
a. ho
(tinggi Matahari) untuk awal Isya’ =
-17° + (- 1° 14’ 53,41”)
=
-17° - 1° 14’ 53,41”
=
-18° 14’ 53,41”
b. to (sudut waktu Matahari) awal Isya’
Cos
to = Sin ho : Cos Φx : Cos δm
– Tan Φx x Tan δm
= Sin - 18° 14’ 53,41” : Cos -7°
: Cos -21° 11’ 06” – Tan -7° x Tan
-21° 11’ 06”
to = + 112° 42’ 7.45”
=
+07j 30m 48.5 d
Cara pejet kalkulator I :
18° 14’ 53,41” +/- Sin :
7° +/- Cos : 21° 11’ 06” +/- Cos – 7° +/- Tan x 21° 11’ 06” +/- Tan)
= Shift Cos Shift °.
Cara pejet kalkulator II
:
Shift Cos (Sin (-) 18° 14’ 53,41” : Cos (-) 7° : Cos (-) 21° 11’ 06” – Tan (-) 7°x Tan (-) 21°
11’ 06”)
c.
Awal waktu Isya’
=
pkl. 12 + (+07j 30m 48.5 d)
=
pkl. 19j 30m 45.39 d Waktu Hakiki - 0j
33m 56d
=
pkl. 18 : 56 : 52.5
=
pkl. 18 : 59 WIB
5.
SHUBUH
a. ho
(tinggi Matahari) untuk awal Shubuh =
-19° + (- 1° 14’ 53,41”)
=
-19° - 1° 14’ 53,41”
=
-20° 14’ 53,41”
b. to (sudut waktu Matahari) awal Shubuh
Cos
to = Sin ho : Cos фx : Cos δm – Tan фx x Tan δm
=
Sin - 20° 14’ 53”,41 : Cos -7° : Cos -21° 11’ 06” – Tan -7° x Tan -21° 11’ 06”
to
= - 114° 55’ 56.2”
=
- 07j 39m 43.75 d
Cara
pejet kalkulator I :
20°
14’ 53”,41 +/- Sin : 7° +/- Cos : 21° 11’ 06” +/- Cos – 7° +/- Tan x
21° 11’ 06” +/- Tan) = Shift Cos Shift °.
Cara
pejet kalkulator II :
Shift
Cos (Sin (-) 20° 14’ 53”,41 : Cos (-) 7° : Cos (-) 21° 11’ 06” – Tan (-) 7°x Tan (-)
21° 11’ 06”)
c. Awal waktu Shubuh
=
pkl. 12 + (- 07j 39m 43.75 d)
=
pkl. 04j 20m 16.25 d Waktu Hakiki - 0j
33m 56d
=
pkl. 03 : 46 : 20.25
=
pkl. 03 : 49 WIB
6.
IMSAK
Imsak = Shubuh
WIB – 0j 10m
= pkl.
03 : 49 - 0j 10m
= pkl.
03 : 39 WIB
7. TERBIT MATAHARI
a. ho
(tinggi Matahari) saat terbit/terbenam = - 1° 14’ 53,41”
b. to (sudut waktu Matahari) saat terbit Matahari
Cos
to = Sin ho : Cos фx : Cos δm – Tan фx x Tan δm
=
Sin - 1° 14’ 53”,41 : Cos -7° : Cos -21° 11’ 06” – Tan -7° x Tan -21° 11’ 06”
to
= - 94° 04’ 43.03”
=
- 06 j 16m 18.87 d
Cara
pejet kalkulator I :
1° 14’
53”,41 +/- Sin : 7° +/- Cos : 21° 11’ 06” +/- Cos – 7° +/- Tan x 21°
11’ 06” +/- Tan) = Shift Cos Shift °.
Cara
pejet kalkulator II :
Shift
Cos (Sin (-) 1° 14’ 53”,41 : Cos (-) 7° : Cos (-) 21° 11’ 06” – Tan (-) 7° x Tan (-) 21° 11’ 06”)
c. Terbit Matahari
=
pkl. 12 + (- 06 j 16m 18.87 d)
=
pkl. 05 j 43m 41.13 d Waktu Hakiki - 0j
33m 56d
=
pkl. 05 : 09 : 45.13
=
pkl. 05 : 08 WIB
8. DLUHA
a. ho
(tinggi Matahari) saat Dluha = + 4° 30’
b. to
(sudut waktu Matahari) saat Dluha
Cos
to = Sin ho : Cos фx : Cos δm – Tan фx x Tan δm
=
Sin 4° 30’ : Cos -7° : Cos -21° 11’ 06” – Tan -7° x Tan -21° 11’ 06”
to
= - 87° 52’ 7.3”
=
- 05 j 51m 28.49d
Cara
pejet kalkulator I :
4°
30’Sin : 7° +/- Cos : 21° 11’ 06” +/- Cos – 7° +/- Tan x 21° 11’ 06”
+/- Tan) = Shift Cos Shift °.
Cara
pejet kalkulator II :
Shift
Cos (Sin 4° 30’ : Cos (-) 7° : Cos (-) 21° 11’ 06” – Tan (-) 7° x Tan (-) 21° 11’ 06”)
c. Awal waktu Dluha
=
pkl. 12 + (- 05 j 51m 28.49 d)
=
pkl. 06 j 08m 31.51 d Waktu Hakiki - 0j
33m 56d
=
pkl. 05 : 34 : 35.51
=
pkl. 05 : 37 WIB