This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Monday, 22 July 2013

Cara download video dari youtube

Tutorial cara download video dari youtube bisa di dowload disini

Saturday, 20 July 2013

FIQIH DAN HISAB PRAKTIS AWAL WAKTU SHALAT

FIQIH DAN HISAB PRAKTIS AWAL WAKTU SHALAT

A.                  Fiqih Waktu Shalat
1.      Pegertian Shalat
shalat menurut bahasa (lugahat) berasal dari kata shala, yashilu, shalatan, yang mempuyai arti do’a. sebagai mana yang terdapat dalam al Qur’an dalam surat at Taubat: 9 ayat 103.
وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: ”Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”  (QS. At thaubat: 9 ayat 103)[1]

Shalat juga mempunyai ati rahmat, dan juga mempunyai arti memohon ampunan seperi yang terdapat dalam al Qur’an surat al Ahzab: 33 ayat 56.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

Artinya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”(QS. al Ahzab: 33 ayat 56).

Sedangkan menurut istilah shalat berarti suatau ibadah yang mengandung ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir ikhram  dan diakhiri dengan salam, dengan syarat-syarat tertentu.[2]
Jika dalam suatu dalil terdapat  anjuran untuk mengerjakan shalat, maka secara lahirnya kembali kepada shalat dan pengertian syari’at. Darena shalat merupakan suatu kuajiban sebagaimana yang terdapat dalam al Qur’an dan hadits
Dalam Islam shalat mempunyai tempat yang khusus dan fundamental, karena shalat merupakan salah satu rukun Islam, yang harus ditegakan, sebagaimana yang terdapat dalam surat an Nisa’: 4 ayat 103.
إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَّوْقُوتاً
Artinya: “Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. an Nisa’: 4 ayat 103).

Surat al Baqarah: 2 ayat 43
وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاةَ وَارْكَعُواْ مَعَ الرَّاكِعِينَ

Artinya “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS. Al baqarah: 2 ayat 43)

Yang dimaksut oleh ayat tersebut adalah anjuran untuk melaksanakan shalat sesuai dengan tepat waktu, artinya tidak boleh menunda dalam menjalankannya sebab telah waktu-waktunya telah di tentukan dan kita wajib untuk melaksanakannya. Sebagaimana yang telah terdapat dalan al Qur’an dan sunah.
2. Dasar hukum tentang shalat
Secara syar’i, shalat yang diwajibkan (shalat maktubah) itu mempunyai waktu-waktu yang telah ditentukan (sehingga terdefinisi sebagai ibadah muwaqqat).
 Walaupun tidak dijelaskan secara gamblang waktu-waktunya, namun secara isyari al Qur’an telah menentukannya. Sedangkan penjelasan waktu-waktu shalat yang terperinci diterangkan dalam hadith-hadith Nabi. Dari hadits-hadits waktu shalat itulah, para ulama’ fiqh memberikan batasan-batasan waktu shalat dengan berbagai cara atau metode yang mereka mengasumsikan laik untuk menentukan waktu-waktu shalat tersebut. Ada sebagian mereka yang mengasumsikan bahwa cara menentukan waktu shalat adalah dengan menggunakan cara melihat langsung pada tanda-tanda alam sebagaimana secara tekstual dalam hadits-hadits Nabi tersebut, seperti menggunakan alat bantu tongkat istiwa’ atau miqyas[3] atau hemispherium[4]. Inilah metode atau cara yang digunakan oleh “madzhab” Rukyah dalam persoalan penentuan waktu-waktu shalat. Sehingga waktu-waktu shalat yang ditentukan disebut dengan al-Auqat al-Mar’iyyah atau al-waktu al-mar’y.
Sedangkan sebagian yang lain, mempunyai pemahaman secara kontekstual, sesuai dengan maksud dari nash-nash tersebut, di mana awal dan akhir waktu shalat ditentukan oleh posisi Matahari di lihat dari suatu tempat di Bumi, sehingga metode atau cara yang dipakai adalah hisab (menghitung waktu shalat). Di mana hakekat hisab waktu shalat adalah menghitung kapan Matahari akan menempati posisi-posisi seperti tersebut dalam nash-nash waktu shalat itu.[5] Sehingga pemahaman inilah yang dipakai oleh “madzhab” Hisab dalam persoalan penentuan waktu shalat. Dan waktu shalatnya oleh para ulama’ fiqh disebut waktu Riyadhy.[6] Dengan cara hisab inilah yang nantinya lahir adanya jadwal waktu shalat abadi atau jadwal shalat sepanjang masa.
Dua “madzhab” tersebut pada dasarnya berlaku dimasyarakat, ini dapat dilihat dari adanya tongkat istiwa’ (istilah Jawa: bencet) disetiap (depan) masjid yang digunakan untuk menentukan disaat menjelang shalat. Adanya tongkat istiwa’ ini memberikan simbol bahwa “madzhab” Rukyah juga memang masih ada (berlaku) dimasyarakat. Walaupun didalam masjid tersebut juga terdapat jadwal waktu Shalat abadi yang biasanya dipakai pedoman disaat cuaca tidak mendukung (mendung) yang memberikan simbol adanya “madhab” Hisab.
Namun dikotomi “madhab” Hisab dan “madhab” Rukyah dalam persoalan penentuan waktu shalat, tidak nampak adanya suatu persoalan atau “greget besar” atau bahkan sekat pemisah “madhab-madhab” tersebut, nampak tidak muncul (tidak ada). Karena menurut hemat penulis, dalam persoalan penentuan waktu shalat ini oleh masyarakat,  kedua “madhab” tersebut sudah diakui validitas dan keakuratan hasilnya. Ini dapat dilihat adanya jadwal waktu shalat yang tercantum pada setiap masjid walaupun didepan masjid juga dipasang bencet atau tongkat istiwa’. Kiranya ini maklum adanya, karena hasil hisab sudah terbukti keakuratan dan validitasnya (sesuai dengan hasil rukyah). Sehingga dalam hal ini, baik bagi “madhab” Hisab maupun “madhab” Rukyah  berlaku adanya simbiosis mutualis, di mana apa yang dilakukan oleh “madhab” Rukyah bisa dipakai sebagai pembuktian empirik dari hasil “madhab” Hisab, begitu pula sebaliknya.
Adapun dasar hukum waktu shalat antara lain:

a. Surat al Nisa’:4 ayat 103.
إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَّوْقُوتاً  
Artinya: “Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” (Q.S al Nisa’: 4 ayat 103.)

b. Surat Thaha ayat 130
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا وَمِنْ آنَاء
 اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَى
Artinya:” Dan bertasbihlah dengan memuji tuhanmu, sebelum terbit Matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang” (Q.S Thaha: 20 ayat 130)




c. Surat al Isra’: 17 ayat 78

            أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً
Artinya: “Dirikanlah salat dari sesudah Matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula salat) subuh. Sesungguhnya salat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”(Q.S al Isra’ 17 ayat 78)



d. Surat Hud: 11 ayat 114.
وَأَقِمِ الصَّلاَةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفاً مِّنَ اللَّيْلِ


Artimya:”Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan daripada malam”(Q.S Hud 11 ayat 114).

e. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah r.a


عن جابر بن عبدالله رضى الله عنه قال ان النبى صلعم جاءه جبريل عليه السلام فقال له قم فصله فصلى الظهر حتى زالت الشمس ثم جاءه العصر فقال قم فصله فصلى العصر حين صار ظل كل شيئ مثله ثم جاءه المغرب فقال قم فصله فصلى المغرب حين وجبت الشمس ثم جاءه العشاء فقال قم فصله فصلى العشاء حين غاب الشفق ثم جاءه الفجر فقال قم فصله فصلى الفجر حين برق القجر وقال سطع البحر ثم جاءه بعدالغد للظهر فقال قم فصله فصلى الظهر حين صار ظل كل شيئ مثله ثم جاءه العصر فقال قم فصله فصلى العصر حين صار ظل كل شيئ مثله ثم جاءه المغرب وقتا واحدا لم يزل عنه ثم جاءه العشاء حين ذهب نصف الليل اوقال ثلث الليل فصلى العشاء حين جاءه حين اسفر جدا فقال قم فصله فصلى الفجر ثم قال ما بين هذين الوقتين وقت (رواه احمد والنسائ والترمذي ينحوه)


Artinya:” Dari Jabir bin Abdullah r.a berkata: telah datang kepada Nabi SAW. Jibril a.s lalu berkata kepadanya; bangunlah! lalu bersembahyanglah, kemudian Nabi sholat Dzuhur di kala Matahari tergelincir. kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu Ashar lalu berkata:bangunlah lalu sembahyanglah!kemudiah Nabi Shalat Ashar di kala bayang-bayang sesuatu sama dengannya. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu Maghrib lalu berkata:bangunlah lalu Shalatlah, kemudian Nabi Shalat Maghrib dikala Matahari terbenam. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu Isya’ lalu berkata:bangunlah dan Shalatlah1kemudian Nabi Shalat Isya’ di kala mega merah telah terbenam. kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu fajar lalu berkata: bangunlah dan Shalatlah! kemudian Nabi Shalat fajar di kala fajar menyingsing,atau ia berkata; di waktu fajar bersinar.kemudia ia datang pula esok harinya pada waktu Dzuhur, kemudian berkata kepadanya:bangunlah lau Shalatlah, kemudian Nabi Shalat Dzuhur di kala bayang-bayang sesuatu sama dengannya.kemudian datang lagi kepadanya di waktu Ashar dan ia berkata:bangunlah dan sholatlah!kemudian Nabi Shalat ashar di kala bayang-bayang matahari dua kali sesuatu itu.kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu Maghrib dalam waktu yang sama, tidak bergeser dari waktu yang sudah. Kemudian ia datang lagi kepadanyadi waktu Isya’ di kala telah lalu separo malam,atau ia berkata:telah hilang sepertiga malam,kemudian Nabi Shalat isya’. Kemudian ia datang lagi kepadanya di kala telah telah bercahaya benar dan ia berkata; bangunlah lau Shalatlah, kemudian Nabi Shalat fajar . kemudian Jibril berkata:saat dua waktu itu adalah waktu Shalat.” (RH. Imam Ahmad dan Nasai dan Thirmidhi)[7]
f. Hadits Nabi yang diriwayatkan Abdullah bin Amar  r.a

عن عبدالله بن عمر رضى الله عنه قال ان النبى صلعم قال وقت الظهر اذا زالت الشمس وكان ظل كل الرجل كطوله مالم يحضر العصر ووقت العصر مالم تصفر الشمس ووقت صلاة المغرب مالم يغب الشفق ووقت صلاة العشاء الى نصف الليل الاوسط ووقت صلاة الصبح من طلوع الفجر مالم تطلع الشمس (رواه مسلم)


Artinya: ” Dari Abdullah bin Amar r.a berkata: Sabda Rasulullah saw; waktu Dzuhur apabila tergelincir Matahari, sampai bayang-bayang seseorang sama dengan tingginya, yaitu selama belum datang waktu Ashar. Dan waktu Ashar selama Matahari belum menguning. Dan waktu Maghrib selama Syafaq belum terbenam (mega merah). Dan sampai tengah malam yang pertegahan. Dan waktu Shubuih mulai fajar menyingsing sampai selama matahari belum terbit.

Dari uraian dasar hukum tersebut dapat diperinci ketentuan waktu-waktu Shalat sebagai berikut:
1.  Waktu Dzuhur
Waktu dzuhur dimulai sejak matahari tergelincir, yaitu sesaat setelah Matahari mencapai titik kulminasi dalam peredaran hariannya, sampai tibanya waktu Ashar.
Dalam hadits tersebut dikatakan bahwa nabi shalat dzuhur saat matahari tergelincir dan disebutkan pula ketika bayang-bayang sama panjang dengan dirinya. Ini tidaklah bertentangan sebab untuk Saudi Arabia yang berlintang sekitar 20° - 30° utara pada saat matahari tergelincir panjang bayang-bayang dapat mencapai panjang bendanya bahkan lebih. Keadaan ini dapat terjadi ketika Matahari sedang berposisi jauh di selatan yaitu sekitar bulan Juni dan Desember
2. Waktu Ashar
Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa Nabi melakukan shalat ashar pada saat panjang bayang-bayang sepanjang dirinya.dan juga disebutkan saat panjang bayang-bayang dua kali panjang dirinya.
Ini dikompromikan bahwa nabi melakukan sholat Ashar pada saat panjang bayang-bayang sepanjang dirinya ini terjadi ketika saat Matahari kulminasi setiap benda tidak mempunyai bayang-bayang, dan nabi melakukan shalat ashar pada saat panjang bayang-bayang dua kali panjang drirnya, ini terjadi ketika  Matahari kulminasi panjang bayang-bayang sama dengan dirinya.
Dari uraian diatas disimpulkan bahwa waktu ashar dimulai saat panjang bayang-bayang suatu benda sama dengan panjang bayang-bayang  pada saat Matahari berkulminasi sampai tiba waktu maghrib.
3. Waktu Maghrib
Waktu maghrib dimulai sejak Matahari terbenam sampai tibanya waktu Isya’.
4. Waktu Isya’
Waktu Isya’ dimulai sejak hilang mega merah sampai separuh malam ada juga yang mengatakan sepertiga[8], Ada juga yang menyatakan akhir shalat Isya’ adalah terbitnya fajar.
5. Waktu Shubuh
Waktu shubuh dimulai sejak terbit fajar sampai terbitnya Matahari.
B . Hisab Praktis Awal Waktu Shalat
1.   Perhatikan dengan cermat Bujur (λx) baik bujur barat atau bujur timur, Lintang (фx) dan tinggi tempat dari permukaan laut. Bujur (λx) dan Lintang (фx) dapat diperoleh melalui tabel, peta, Global Positioning System (GPS) dan lain-lain. Tinggi tempat dapat diperoleh dengan bantuan altimeter atau juga dengan GPS. Tinggi tempat diperlukan guna menentukan besar kecilnya kerendahan ufuk (ku). Untuk mendapatkan kerendahan ufuk (ku) dipergunakan rumus : ku = 0° 1,76’ √m (m = tinggi tempat ).
Tentukan tinggi matahri (ho) saat terbit atau terbenam dengan rumus : ho terbit/terbenam = - ( ref + sd + ku ). Ref SingkaTan dari refraksi yaitu pembiasan atau pembelokan cahaya Matahari karena Matahari tidak dalam posisi tegak, refraksi tertinggi adalah ketika Matahari terbenam yaitu 0° 34’. Sd singkatan dari semi diameter Matahari yang besar kecilnya tidak menentu tergantung jauh dekatnya Bumi-Matahari, sedangkan semi diameter Matahari rata-rata adalah 0° 16’. Tinggi Matahari untuk awal ashar, pertama dicari jarak zenith Matahari pada saat di meridian (zm) pada saat awal dhuhur/zawal dengan rumus : zm = δm - фx, dengan catatan zm harus selalu positif, kalau negatif harus dirubah menjadi positif. Kedua baru menentukan tinggi Matahari untuk awal ashar dengan rumus : ha = Tan zm + 1. Tinggi Matahari untuk awal isya’ digunakan rumus ho Awal Isya’ = -17 + ho terbit/terbenam. Tinggi Matahari untuk awal shubuh digunakan rumus : ho Awal Shubuh = -19 + ho terbit/terbenam. Dhuha = 4° 30’.
2.   Perhatikan Deklinasi Matahari (δm) dan gunakan rumus equation of time (e) pada tanggal yang dikehendaki. Untuk lebih telitinya hendaknya diambilkan deklinasi Matahari dan equation of time pada jam yang semestinya, contoh : Dhuhur kurang lebih pukul 12 WIB ( 05 UT), ‘Ashar kurang lebih pukul 15 WIB (08 UT), Maghrib kurang lebih pukul 18 WIB (11 UT), Isya’ kurang lebih pukul 19 WIB (12 UT) dan shubuh kurang lebih pukul 04 WIB. Akan tetapi untuk mempermudah dan mempercepat perhitugan dapat menggunakan deklinasi Matahari dan equation of time pada pukul 12 WIB ( 05 UT) atau pukul 12 WITA (04 UT) atau pukul 12 WIT (03 UT).
3.   Tentukan sudut waktu Matahari (to) dengan menggunakan rumus :
Cos to = Sin ho : Cos Φx : Cos δm – Tan Φx x Tan δm
Catatan : Ashar, Maghrib dan Isya’; to = + (positif)
                  Shubuh, Terbit dan Dluha; to = - (negatif).
4.   Untuk mengubah Waktu Hakiki atau Istiwa’ menjadi Waktu Daerah / WD (WIB,WITA,WIT) gunakan rumus :
Waktu Daerah / WD = WH – e + (λd - λx) : 15       atau
                                                = WH – e + (BTd-BTx) : 15
   λd = BTd adalah Bujur Daerah, yaitu WIB = 105°, WITA = 120° dan WIT =      135°.
5.   Apabila hasil perhitungan ini hendak digunakan untuk keperluan ibadah, maka hendaknya dilakukan ikhtiyat dengan cara sebagai berikut :
a..Bilangan detik berapapun hendaknya dibulatkan menjadi satu menit, kecuali untuk terbit detik berapapun harus di buang.
b.Tambahkan lagi bilangan 2 menit, kecuali untuk terbit kurangi 2 menit.
Contoh : Dhuhur   : pukul 11 : 32 : 40 WIB. menjadi pukul 11 : 35 WIB.
                      Terbit      : pukul 05 : 13 : 27 WIB. menjadi pukul 05 : 10 WIB.
Contoh :
Hitung dan tentukan awal-awal waktu shalat untuk kota Semarang pada Tanggal 27 November 2005 M. Ketinggian tempat kota Semarang dari permukaan laut kurang lebih 200 Meter.
Kerendahan ufuk (ku) =  0° 1,76’ x √200 =    0° 24’ 53,41”
Ho ( tinggi Matahari) saat terbit/terbenam   = - (0° 34’ + 0° 16’ + 0° 24’                                          53,41”)
                                                                               =   - 1° 14’ 53,41”
Dari tabel diperoleh data, Semarang terletak pada BT (λx) = 110° 24’ BT dengan Lintang (Φx) = -7° LS.
Dari Ephemeris 27 November 2005 pukul 05 UT ( 12 WIB) diperoleh data Deklinasi Matahari (δm) = -21° 11’ 06”, dan equation of time = +0° 12’ 20”.

1. WAKTU DHUHUR
Waktu dhuhur dimulai pada saat Matahari terlepas dari titik kulminasi atas, kama yang harus di ingat adalah bahwa ketika Matahari berada di sudut waktu meredian maka pada saat itu menunjukan sudut waktu 0°  dan ketika itu waktu menunjukan ukul 12 menurut waktu matahati hakiki.
         Dhuhur                         = pukul 12 Waktu Hakiki (WH).
            WIB                            = WH – e + (λd - λx) : 15
                                                = pkl. 12 – (+0j 12m 20d) + (105°- 110° 24’) : 15
                                                            = pkl. 12 – 0j 12m 20d + (105°- 110° 24’) : 15
                                                            = pkl. 12 – 0j 12m 20d + ( -5° 24’ 0”):15
                                                            = pkl. 12 – 0j 12m 20d - 0j 21m 36d
                                                            = pkl. 12 - 0j 33m 56d
                                                            = pkl. 11 : 26 : 04
                                                            = pkl. 11 : 29 WIB.

2. WAKTU ASHAR
      Ketika Matahari mulai berkulminasi atau berada di meridian (ketika awal waktu dzuhur) sesuatu yang berada pada tegak lurus yang berada pada permukaan Bumi belum pasti memiliki bayangan. Bayangan itu akan terjadi mana kala harga lintang tempat dan harga deklinasi berbeda. Harga besarnya deklinasi adalah Tan zm di mana ZM adalah jarak sudut antara zenit dan  Matahari ketika berkulminasi sepanjang meridian yakni:
a. zm (jarak zenith) = δm - Φx) jarak antara zenit dan Matahari seharga harga lintang mutlak Lintang tempat dikurangi deklinasi Matahari
                                    = -21° 11’ 06” – (-7°)
                                    = -21° 11’ 06” + 7°
                                    = -14° 11’ 06”
                                    = 14° 11’ 06”
b.   ha (tinggi Matahari pada awal Ashar)
      Cotan ha        = Tan zm + 1
                              = Tan 14° 11’ 06” + 1
                              = 38° 35’ 53.42”
Cara pejet kalkulator I        : 14° 11’ 06” Tan + 1 = Shift 1/x Shift Tan Shift °
Cara pejet kalkulator II       : Shift Tan ( 1 : (Tan 14° 11’ 06”+1))
c.   to (sudut waktu Matahari) awal Ashar
Cos to =   Sin ha : Cos Φx : Cos δm – Tan Φx x Tan δm
                  =    Sin 38° 35’ 53.42” : Cos -7° : Cos -21° 11’ 06”  – Tan -7° x Tan -                    21° 11’ 06”
to         =    + 51° 12’ 25.32”
            =    +03 j 24m 49.69 d

Cara pejet kalkulator I        :
38° 35’ 53.42” Sin : 7° +/- Cos : 21° 11’ 06” +/- Cos – 7° +/- Tan x 21° 11’ 06” +/- Tan) = Shift Cos Shift °.
Cara pejet kalkulator II       :
Shift Cos (Sin 38° 35’ 53.42” : Cos (-) : Cos -21° 11’ 06”  – Tan (-) 7° x Tan (-) 21° 11’ 06”) = Shift °
d.   Awal waktu Ashar
= pkl. 12 + (+03 j 24m 49.69 d)
= pkl. 15 j 24m 49.69d Waktu Hakiki - 0j 33m 56d
= pkl. 14 : 50 : 53.69
= pkl. 14 : 53 WIB

3. WAKTU MAGHRIB
      Adalah waktu Matahari terbenam, yang dimaksud piringan Matahari  bersinggungan dengan ufuk.
a.   ho (tinggi Matahari) saat terbit/terbenam = - 1° 14’ 53”,41
b.   to (sudut waktu Matahari) awal Maghrib
Cos to       = Sin ho : Cos Φx : Cos δm – Tan Φx x Tan δm
                  = Sin - 1° 14’ 53,41” : Cos -7° : Cos -21° 11’ 06”  – Tan -7° x Tan -21° 11’ 06”
to         = + 94° 04’ 43.03”
                  = +06 j 16m 18.87 d
Cara pejet kalkulator I :
1° 14’ 53,41” +/- Sin : 7° +/- Cos : 21° 11’ 06” +/- Cos – 7° +/- Tan x 21° 11’ 06” +/- Tan) = Shift Cos Shift °.
Cara pejet kalkulator II :
Shift Cos (Sin (-) 1° 14’ 53,41” : Cos (-) : Cos (-) 21° 11’ 06”  – Tan (-) 7° x Tan (-) 21° 11’ 06”)
c.   Awal waktu Maghrib
      = pkl. 12 + (+06 j 16m 18.87 d)
      = pkl. 18 j 16m 18.87d Waktu Hakiki - 0j 33m 56d
      = pkl. 17 : 42 : 22.87
      = pkl. 17 : 45 WIB

4. WAKTU ISYA’
      Waktu di mulai apa bila Matahari sudah terbenam dan dibawah ufuk Barat, permukaan Bumi tidak langsung menjadi gelab.
a.   ho (tinggi Matahari) untuk awal Isya’            = -17° + (- 1° 14’ 53,41”)
                                                                                    = -17° - 1° 14’ 53,41”
                                                                                    = -18° 14’ 53,41”
b.   to (sudut waktu Matahari) awal Isya’
Cos to    = Sin ho : Cos Φx : Cos δm – Tan Φx x Tan δm
            = Sin - 18° 14’ 53,41” : Cos -7° : Cos -21° 11’ 06”  – Tan -7° x Tan -21° 11’ 06”
to         = + 112° 42’ 7.45”
                  = +07j 30m 48.5 d
Cara pejet kalkulator I :
18° 14’ 53,41” +/- Sin : 7° +/- Cos : 21° 11’ 06” +/- Cos – 7° +/- Tan x 21° 11’ 06” +/- Tan) = Shift Cos Shift °.

Cara pejet kalkulator II :
Shift Cos (Sin (-) 18° 14’ 53,41” : Cos (-) : Cos (-) 21° 11’ 06”  – Tan (-) 7°x Tan (-) 21° 11’ 06”)
c.  Awal waktu Isya’
      = pkl. 12 + (+07j 30m 48.5 d)
      = pkl. 19j 30m 45.39 d Waktu Hakiki - 0j 33m 56d
      = pkl. 18 : 56 : 52.5
      = pkl. 18 : 59 WIB

5.  SHUBUH
a.   ho (tinggi Matahari) untuk awal Shubuh       = -19° + (- 1° 14’ 53,41”)
                                                                                    = -19° - 1° 14’ 53,41”
                                                                                    = -20° 14’ 53,41”
b.   to (sudut waktu Matahari) awal Shubuh
      Cos to = Sin ho : Cos фx : Cos δm – Tan фx x Tan δm
                  = Sin - 20° 14’ 53”,41 : Cos -7° : Cos -21° 11’ 06”  – Tan -7° x Tan -21° 11’ 06”
      to         = - 114° 55’ 56.2”
                  = - 07j 39m 43.75 d
Cara pejet kalkulator I  :
20° 14’ 53”,41 +/- Sin : 7° +/- Cos : 21° 11’ 06” +/- Cos – 7° +/- Tan x 21° 11’ 06” +/- Tan) = Shift Cos Shift °.
Cara pejet kalkulator II :
Shift Cos (Sin (-) 20° 14’ 53”,41 : Cos (-) : Cos (-) 21° 11’ 06”  – Tan (-) 7°x Tan (-) 21° 11’ 06”)
c.   Awal waktu Shubuh
      = pkl. 12 + (- 07j 39m 43.75 d)
      = pkl. 04j 20m 16.25 d Waktu Hakiki - 0j 33m 56d
      = pkl. 03 : 46 : 20.25
      = pkl. 03 : 49 WIB
6.  IMSAK
Imsak =    Shubuh WIB – 0j 10m
            =    pkl. 03 : 49 - 0j 10m
            =    pkl. 03 : 39  WIB

7. TERBIT MATAHARI
a.   ho (tinggi Matahari) saat terbit/terbenam = - 1° 14’ 53,41”
b.   to (sudut waktu Matahari) saat terbit Matahari
      Cos to = Sin ho : Cos фx : Cos δm – Tan фx x Tan δm
                  = Sin - 1° 14’ 53”,41 : Cos -7° : Cos -21° 11’ 06”  – Tan -7° x Tan -21° 11’ 06”
      to         = - 94° 04’ 43.03”
                  = - 06 j 16m 18.87 d
Cara pejet kalkulator I :
1° 14’ 53”,41 +/- Sin : 7° +/- Cos : 21° 11’ 06” +/- Cos – 7° +/- Tan x 21° 11’ 06” +/- Tan) = Shift Cos Shift °.
Cara pejet kalkulator II :
Shift Cos (Sin (-) 1° 14’ 53”,41 : Cos (-) : Cos (-) 21° 11’ 06”  – Tan (-) 7° x Tan (-) 21° 11’ 06”)
c.   Terbit Matahari
      = pkl. 12 + (- 06 j 16m 18.87 d)
      = pkl. 05 j 43m 41.13 d Waktu Hakiki - 0j 33m 56d
      = pkl. 05 : 09 : 45.13
      = pkl. 05 : 08 WIB
8. DLUHA
a.   ho (tinggi Matahari) saat Dluha = + 4° 30’
b.   to (sudut waktu Matahari) saat Dluha
      Cos to = Sin ho : Cos фx : Cos δm – Tan фx x Tan δm
                  = Sin 4° 30’ : Cos -7° : Cos -21° 11’ 06”  – Tan -7° x Tan -21° 11’ 06”
      to         = - 87° 52’ 7.3”
                  = - 05 j 51m 28.49d
Cara pejet kalkulator I :
4° 30’Sin : 7° +/- Cos : 21° 11’ 06” +/- Cos – 7° +/- Tan x 21° 11’ 06” +/- Tan) = Shift Cos Shift °.
Cara pejet kalkulator II :
Shift Cos (Sin 4° 30’ : Cos (-) : Cos (-) 21° 11’ 06”  – Tan (-) 7° x Tan (-) 21° 11’ 06”)
c.   Awal waktu Dluha
      = pkl. 12 + (- 05 j 51m 28.49 d)
      = pkl. 06 j 08m 31.51 d Waktu Hakiki - 0j 33m 56d
      = pkl. 05 : 34 : 35.51
      = pkl. 05 : 37 WIB



[1] Lihat Imam Taqiuddin Abi Bakar Muhammad Khusain¸ Kifayatul Al Ahyar Fi Halli Gayatul Al Ihtisar, Surabaya: Dar al Kitab Al Islam, jus I, hlm. 82.   
[2] Ibid.,
[3] Tongkat istiwa’ dikenal pula dengan  sundial atau orang jawa menyebutnya bencet, baca Maksum Lasem, Durus al-Falakiyyah, Kudus : Menara Kudus, h.  1-2 dan bandingkan juga dalam Direktorat Jenderal Binbaga Islam–Dirjen Binbapera, Penentuan Awal Waktu Shalat dan Penentuan Arah Qiblat, Jakarta, 1995, hlm. 47-55. Menurut Darsa Sukartadireja (Kepala BP Planetarium dan Observatorium Jakarta), yang dinamakan tongkat matahari yakni sebuah tiang atau tongkat yang diTanam tegak di atas pelataran yang digunakan untuk mengetahui ketinggian matahari melalui bayang-bayangnya. Di mana menurut cataTan sejarah, manusia telah menggunakannya di Mesir sekitar 3.500 tahun yang lalu, yang dipakai sebagai jam untuk mengawali, mengakhiri atau mengulangi suatu pekerjaan. Baca dalam Darsa Sukartadireja, Tehnik Observasi Posisi Matahari  Untuk menentukan Waktu Shalat dan Arah Kiblat,  makalah yang disampaikan dalam Workshop Nasional Mengkaji Ulang Metode Peneteapan Awal Waktu Shalat dan Arah Kiblat dalam perspektif Ilmu Syari’ah dan Astronomi, di UII Yogyakarta, 7 April 2001.
[4] Hemispherium adalah salah suatu bentuk alat untuk membaca sudut jam matahari. Secara umu alat yang dilengkapi sebuah bidang di mana sudut jam matahari dapat dibaca melalui bayangan benda yang disebut jam matahari atau sun dial. Alat ini mulai dikenal pemakaiannya  pada sekitar 2.350 tahun yang lalu oleh bangsa Chaldean di masa Alexander the Great. Cara operasionalnya secara gamblang dapat dilihat Darsa Sukartadireja, op. cit., hlm. 4 - 7.  
[5] Hisab waktu shalat ini menggunakan ilmu ukur bola (segitiga bola) dengan mengetahui terlebih dahulu linTang tempat ( P ), Bujur tempat, deklinasi matahari ( d ), tinggi matahari ( h ), dengan bantuan rumus mencari sudut waktu : Cos t = - Tan p Tan d + ( Sin h : Cos  p x Cos d ). Sedangkan mengenai dat-data astronomi dapat dilihat dalam The Nautical Almanac dan The American Ephemeris.
     Kemudian mengenai prinsip segitiga bola mestinya juga sudah diterapkan dalam metode Rubu’ Al-Mujayyab, yang oleh kalangan pesantren, rubu’ al-mujayyab tersebut dicetuskan oleh K.H. Abdul Jalil Kudus. Rubu’ al-mujayyab merupakan miniatur dari seperempatan bulatan dunia, dalam bahasa Inggris disebut “Quadrant”, baca Soetjipto, dkk., Islam Dan Ilmu Pengetahuan TenTang Gerhana (Menghadapi Gerhana Matahari Total 1983), Yogyakarta: LPPM IAIN Sunan Kalijaga, 1983, hlm. 27.
[6] Waktu Riyadhy dapat diperoleh dengan menghisab ketinggian matahari , sedangkan waktu mar’y dapat diperoleh dengan cara melihat matahari. Keduanya merupakan sebagai pelantara untuk memperoleh waktu syar’I, baca Muhammad Maksum al-Faruqy, Mawaqit al-Shalat, Turki: Hakikat Kitabive, Fakih Istambul, 1999, hlm.2.    

[7] Lihat dalam Muhammad Bin Quthb Al-din Azniqy, Muqaddimah al-Shalat, Bairut: Dar al-Fikr, 1998, hlm. 12-15 dan bandingkan hadith dari Ibn Abbas yang secara redaksional berbeda namun secara subTansional tida k jauh berbeda, baca  dalam Muhammad Thana’allah Al-Yani, Al-Tafsir Al-Mudhhary, Bairut: Dar al-Fikr, 1998, hlm.2-4.       

[8] Lihat Imam Taqiuddin Abi Bakar Muhammad Khusain, op cit., hlm. 84.